Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Belajar Menjadi CEO Bersama Bos WIKA

Belajar Menjadi CEO Bersama Bos WIKA Kredit Foto: Sufri Yuliardi

 

Menyinggung IPO anak usaha. Itu prosesnya sudah sampai mana, Pak?

IPO anak usaha tiga, pokoknya dalam dua tahun ini target tiga. Yang jelas sekarang Wika Realty sudah berproses dalam penunjukan underwriter semester II ini. Wikon sedang kami siapkan antara akhir atau awal tahun. Wijaya Karya belum karena pabrik baru kami bangun. Kita lihat nanti pergerakannya. Tapi rencana saya 2021. Kita lihat, kalau memang bisa maju, ya maju, tak paksa. Itu dalam rangka me-leverage capacity perusahaan.

Jadi, kalau saya bisa IPO tiga itu Rp2 triliun, saya bisa dapat tambahan Rp6 triliun. Rp6 triliun bisa saya leverage tiga kali, berarti saya bisa melakukan pekerjaan investasi atau KPBU atau unsolicited, kan angkanya Rp18 triliun. Besar angka itu untuk bisa di-leverage. Itu pikiran kami ke depan. 

Katanya pasar infrastruktur sudah tidak menjanjikan?

Kalau dibilang tidak menjanjikan, ras-rasanya enggak juga. Faktanya, spending di departemen pekerjaan umum masih naik, dari Rp105 triliun ke Rp120 triliun. Itu fakta. Perhubungan masih naik, spending masih di Rp54 triliun. Itu dari direct governance spending. Capex BUMN meningkat kan, faktanya misalnya Pertamina harus bangun tiga kilang, PLN bangun pembangkit baru, bandara mau dibangun. Misalnya Soetta harus nambah Terminal 4 karena sudah enggak nampung, Bali harus di-extend lagi, jelang PON stadion mesti ada lima, sehingga industri masih menjanjikan enggak? Masih. 

Kita ngomong dari ibu kota baru, spending ada di Rp110 triliun direct dari governance, lainya dari SOE atau private spending naik. Mampu enggak kami eksekusi itu? Maka tadi saya sampaikan WIKA mempersiapkan diri dengan menaikan balance sheet. Itu kunci.

Kalau balance sheet enggak cukup, istilahnya ada tempe goreng enak, tapi enggak punya kemampuan. Misal gigi ompong, bisa makan enggak? Lama, maka kalau (gigi) saya masih utuh, ya saya makan. Giginya masih utuh, artinya capacity ada. Itu fakta yang harus kami hadapi. Sehingga kami sendiri sebagai korporasi menyongsong pasar itu. Nah, kalau kami enggak on capacity, siapa yang ambil? Pasti asing. Kalau demand naik, yang support kami enggak mampu, pasti diambil oranglah. 

Sehingga WIKA kami jaga konstan. Kalau di luar bilang industri konstruksi lagi enggak kuat, ya subject too, ya bagaimana kita mengelola investasi tidak bisa digeneralisir antara satu dengan yang lain. Masing-masing punya strategi, punya kekuatan untuk meyongsong era di mana istilah saya, orang muda pada saat delapan tahun ke depan, mereka sudah jadi general manajer, harus ngerti pasar internasional, dan kita akan berkolaborasi, seperti apa? Mau tidak mau, suka tidak suka, portofolio luar negeri harus kami jaga karena itu proses learning gov untuk orang muda, bagaimana bertarung di level internasional.

Jangan sampai kita jago kandang, tapi delapan tahun lagi semua orang ikut datang ke sini untuk melihat seberapa besar pasar Indonesia, dalam bahasa saya akan menjadi empat besar pasar dunia. Itu otomatis orang semua akan melirik dari semua area pasti menuju ke sini. Automatically jangan sampai kita jadi penonton, tapi kita harus jadi tuan ruman yang bagus yang punya capacity. Portofolio luar negeri kami jaga di angka 10-12% untuk learning gov orang-orang muda, sehingga ke depan kalau tarung, ya kami sudah biasa.

Investasi untuk apa saja dan dananya dari mana, Pak?

WIKA masih punya space Rp40 triliun bisa direct investasi, KPBU, unsolicited. Tahun ini kami merencanakan investasi Rp11,9 triliun masih ada space lagi untuk jaga suistanibility. Itu supaya kami bisa ambil proyek, harus ada strategi di-divest. Jadi, hasil investasi harus ada yang di-divest untuk jaga konsistensi atau pun suistanibility company ke depan. Direinvestasi lagi, cari peluang yang lebih baik.

Dana dari internal otomatis 30%, selebihnya lagi bisa bonds, perbankan mana yang cocok aja. Semua dijajaki. Ya bond kalau utang saya cari yang murah, perpetual (bond) juga di-sounding Rp2 triliun semester ini kalau dapat, lepas Rp2 triliun.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: