Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Belajar Menjadi CEO Bersama Bos WIKA

Belajar Menjadi CEO Bersama Bos WIKA Kredit Foto: Sufri Yuliardi

Beralih soal digitalisasi di WIKA, saat ini seperti apa, Pak?

Juli tahun lalu kami tarung di tingkat internasional dengan beberapa negara, kami juara. Bukan dengan beberapa negara, kami tarung ke beberapa puluh negara. Di Singapura kami menang lima kategori. Itu untuk menyiapkan (digitalisasi). Sekarang kami baru menerapkan digitalisasi di proyek 60%. Insyaallah tahun ini seluruh proyek kami sudah menerapkan Bussiness Information Modeling (BIM). Itu salah satu strategi kami. Itu dari sisi operasi, dari sisi engineering

Kalau dari sisi manajemen perusahaan ERP kami sudah trial sekarang untuk induk bulan Mei rampung, bisa diaplikasikan. Nanti mengonsolidasikan seluruh perusahaan pada akhir tahun ini. Sehingga ke depan transaksi di proyek ini real time terkonsolidasi ke induk. Cek kapan pun, sudah jadi balance sheet, weekly tapi belum daily. Sehingga kalau orang belanja besi beton di Irian, begitu di-input di daerah remote control asal di-entry, langsung terkonsolidasi selama internetnya jalan. Ini bangun sendiri. 

Kalau BIM kiami kerja sama dengan Bentley Inggris. Penghargaan BIM ini output-nya bisa 3D printing. Di Inggris juara Juli tahun lalu. Kami diakui. Sekarang kami lagi analisis di Harbor Road, kita bisa mengetahui kondisi sebelum dibangun dengan detail. Ini juara I di Singapura.

Tadi Bapak bilang menyiapkan kaum milenial untuk tarung di internasional. Boleh diceritakan seperti apa, Pak?

Milenial ada 66% di WIKA, mereka harus menangkap tongkat estafet ini, mereka yang akan eksekusi, dan enggak bisa dihindari itu. Pada zamannya enggak bisa dihindari.

Anakku semua disiapin, rapor disiapin, dari engineer yang muda, dari keuangan, terus sekolah saya buat S2: separuh di Indonesia, separuh di luar. Itu salah satu cara supaya bisa gabung masyarakat internasional, supaya mereka ngerti, saya kerja sama dengan Prasetya Mulia supaya sekolahnya di sini separuh, di luar negerinya separuh. Kalau ilmu sama aja, tapi kami baca environment kan, jadi beda sehingga tidak harus semua keluar. Enam bulan ada di luar, kerangka berpikir sudah berubah. Pendidikan kita jalanin, terus rapor kita siapkan satu-satu. Saya targetkan umur 42 sudah jadi direktur human capital.

Memangnya karyawan milenial seperti apa sih pak?

Saya itu orang yang enggak statis dan gampang nolak sesuatu. Zaman ini berubah, kalau yang mau cari kayak apa, saya ikutin. Anak-anak ini saya ikutin kok, saya sering ngobrol sama mereka, saya minta masukannya. Saya susun RGB aja, saya dengerin mereka ngomong. Kamu ini WIKA, maunya apa sih? Jangan dari saya. Karena ke depan WIKA ini bukan saya, tapi mereka. Jadi, saya kumpulin, saya dengerin mereka maunya apa. Jadi jangan sampai salah, ini saya nyusun program kerja yang anakku enggak fit. Nah, akan celaka itu. Kalau saya mau ke arah Barat, terus anak-anak bilang Pak Tum ngomong apa sih. Kalau enggak nyambung, kan celaka. Itu semua saya dengerin. Sehingga forum itu saya adain setiap tahun untuk men-deliver program. Setelah saya dengerin baik dari middle maupun milenial, second liner perusahaan.

Jadi, saya kumpulin semua, setelah itu jadi program, kemudian saya gelar namanya CEO Talk. Itu setiap Januari saya ngomong, tahun ini tuh gini. Siapa yang mau challenge program ini. Ada yang mau riba silakan, mau challenge silakan. Tapi kalau sudah jadi program, harus dilakukan. Karena sudah dibahas komplit. Kami bikin program lima tahun. Ini setiap blok bisnis saya bahas, satu-satu. Jadi semua ngerti sampai level manajer.

Pak kalau ngomongin personal, Bapak itu hobinya apa sih?

Saya itu hobinya kerja. Saya enggak punya hobi khusus, olahraga ya saya lakukan. Hari Sabtu juga saya masih kerja di rumah. Buku saya bacaain komplit karena hidup ini, caranya short cut waktu cuma baca buku. Kalau nungguin pengalaman, lama enggak sampe-sampe. Semua buku saya baca, baik itu pergerakan korporasi, bagaimana mereka melakukan sebuah proses di perusahaan gede. Jadi, saya baca The World is Flat. Salah satu yang saya garis bawahi, dunia 2025 semua terkonek datar, enggak sampai 2025 sekarang 2019. Sekarang ini forecast pergerakan orang, bisnis, tapi kan didasari orang yang melakukan penelitian.

Politik bisnis saya baca semua. (Buku) Den Shi Hoping aja saya baca, bagaimana dia men-short cut waktu, bagaimana ia menggabungkan antara dunia baru dan masa lalu. Di Shenchen dia menggandengkan culture lama dan baru, tapi tidak menghilangkan budaya lama, tapi modernisasi dilakukan. Peninggalan lama masih utuh, dunia baru utuh. Tapi dia tidak pernah menjelakan generasi pendahulunya.

Mo Chetung juga dulu kalau menteri gagal kan bukan hukuman dipenggal kepala di rapat menteri, di depan orang, supaya orang enggak main-main. Itu kenapa China bisa jadi seperti itu, ya generasi mudanya, Den Shi Hoping. Punya aku bukunya. Salah satu resume Masia Feli, orang berkuasa lama karena apa? Orang itu diurus, bukan dicintai.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: