Sengketa yang terjadi antara PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) dengan PT Karya Citra Nusantara (KCN) dalam kasus Pelabuhan Marunda akan segera menemui titik terang. Kuasa Hukum PT KBN, Hamdan Zoelva, memastikan hal tersebut.
"Ya ini sedang dalam proses pembicaraan, sudah sebulan. Sudah hampir menemui titik temu. Tinggal sedikit," ujar Hamdan saat melakukan wawancara khusus dengan tim redaksi Warta Ekonomi di Jakarta, belum lama ini.
Baca Juga: Pelindo I: Pelayanan Pelabuhan Masih Berjalan Seperti Biasa
Menurut Hamdan, kedua belah pihak sudah menyetujui prinsip yang sama sehingga sengketa ini hanya akan menunggu akhir damai.
"Prinsip dasarnya sudah setuju. Prinsip dasarnya adalah tidak boleh melanggar peraturan perundang-undangan, harus berdasarkan good corporate governance, dan kita tidak mau di belakang hari ada masalah-masalah lagi yang timbul," lanjutnya.
Hamdan meneruskan, perundingan keduanya tinggal membahas masalah teknis. Ia sendiri tidak mau merinci kesepakatan seperti apa yang terjadi di dalam perundingan ini karena bersifat internal. "Prinsip dasarnya sudah oke dan secara prinsip sudah disetujui. Tinggal masalah-masalah teknis saja," ujarnya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini melanjutkan, perundingan damai keduanya sendiri masih berlandaskan pada dokumen perjanjian yang sudah ada, yakni dengan berpatok pada prinsip yang ia sebutkan. "Yang penting tidak boleh melanggar perundang-undangan, seluruh dokumen perjanjian yang sudah ada tetap menjadi pegangan kita," katanya.
Proses damai antara KBN dan KCN terkait Pelabuhan Marunda ini merupakan kabar baik bagi investor karena akan memberikan kepastian hukum. Pelabuhan Marunda sendiri menjadi penyokong yang tidak kalah penting apabila dibandingkan dengan Pelabuhan Tanjung Priok.
Perlu diketahui, Pelabuhan Marunda mampu melayani produk curah layaknya batubara, serta komoditas cair, dan lainnya. Selain itu, keberadaan Pelabuhan Marunda sudah terbukti mampu menurunkan beban yang ditanggung oleh Pelabuhan Tanjung Priok.
Hamdan menjelaskan, ketika penyelesaian secara damai ini usai, seluruh gugatan akan dicabut, serta penyelesaian damai ini akan disahkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) selanjutnya. "Pasti. Akan disahkan dalam RUPS kalau sudah selesai. Semua perkara di-close," pungkasnya.
Sikap Pemerintah
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan bahwa pihaknya akan menyelesaikan sengketa yang terjadi di kalangan perusahaan BUMN dalam tempo 100 hari. Menurut Deputi Bidang Hukum dan Perundang-undangan Kementerian BUMN, Carlo Brix Tewu, setidaknya ada 17 sengketa yang sudah dipetakan oleh pemerintah. Adapun, sengketa Pelabuhan Marunda masuk di antara prioritas tersebut.
Mengetahui hal itu, Hamdan menjawab singkat dengan mengatakan "masih" dalam kisaran jangka waktu tersebut dalam menyelesaikan sengketa Pelabuhan Marunda. Kasus sengketa ini ditengarai beberapa hal yakni porsi kepemilikan saham, pembagian dividen, dan konsesi yang dilakukan oleh PT KCN dengan KSOP V Marunda.
Berdasarkan Addendum III, keputusan tersebut membagi porsi kepemilikan saham sama rata yakni 50:50 antara PT KBN dengan PT Karya Teknik Utama terhadap perusahaan joint venture milik mereka, yakni PT KCN. PT KTU menolak adanya Addendum III dan menyebut porsi kepemilikan masih seperti sebelumnya dengan PT KTU sebanyak 85 persen atas PT KCN dan PT KBN sebanyak 15 persen atas PT KCN.
Kesepakatan perubahan komposisi saham menjadi 50 persen KBN dan 50 persen KTU juga disahkan dalam RUPS-LB PT KCN, pada tanggal 30 Maret 2015, kemudian disahkan oleh Menkumham pada 24 April 2015.
Dari porsi pembagian deviden sendiri, PT KBN mengaku baru menerima Rp3,1 miliar dari PT KCN setelah kerja sama tersebut terjalin sejak tahun 2004 silam hingga sekarang. Pada tanggal 17 November 2014, PT KBN menerima dividen dari PT KCN dengan jumlah Rp948.281.847. Kemudian pada tanggal 8 Mei 2015, PT KBN menerima pembayaran dividen dari PT KCN sebanyak Rp2.167.500.000.
Kemudian, PT KCN, tanpa sepertujuan PT KBN selaku pemilik saham, melakukan konsesi dengan KSOP V Marunda selama 70 tahun atas seluruh wilayah pier I, pier II, dan pier III. Dalam Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1992 yang ditandatangani oleh Presiden Soeharto pada putusan keempat berbunyi "Setiap perubahan termasuk perluasan wilayah Kawasan Berikat (Bonded Zone) sebagaimana dimaksud dalam diktum kedua dilakukan dengan Keputusan Presiden."
PT KCN menyebut bahwa konsesi yang dilakukannya memiliki landasan hukum. KCN mengacu kepada UU Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.
Konsesi berbuntut panjang, mulai dari kasasi hingga banding. "Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada tanggal 9 Agustus 2018 Nomor 70/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Utr," demikian putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang diketuai oleh Dr. H. Muh. Daming Sanusi S.H., M.Hum., Hakim Anggota Muhammad Yusuf, S.H., M.Hum., dan Hidayat S.H.
Seperti diketahui, Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta itu memenangkan PT KBN (Persero). Hakim menyatakan bahwa objek sengketa yaitu perjanjian konsesi selama 70 tahun antara PT KCN dan KSOP V Marunda terhadap aset PT KBN di Pelabuhan Marunda merupakan perbuatan melawan hukum, cacat hukum, tidak mengikat dan tidak sah, serta batal demi hukum.
Hakim membatalkan konsensi itu karena menilai bahwa wilayah usaha pier I, pier II, pier III, dan bibir pantai sepanjang kurang lebih 1.700 meter merupakan milik sah PT KBN. Adapun, putusan di tingkat kasasi adalah N.O artinya hakim menyatakan sengketa ini harus diselesaikan di tingkat PTUN, tetapi KBN saat ini sedang mengajukan peninjauan kembali.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bernadinus Adi Pramudita
Editor: Puri Mei Setyaningrum