Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jangan Lagi Deh Minta Lockdown Jakarta, Dampaknya Bikin Merinding Lho!

Jangan Lagi Deh Minta Lockdown Jakarta, Dampaknya Bikin Merinding Lho! Kredit Foto: Antara/Aprillio Akbar
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kementerian Keuangan mengaku telah menyiapkan anggaran bila lockdown menjadi opsi dalam memutus penyebaran wabah virus corona di Indonesia. Kendati begitu, Kemenkeu menyatakan sangat kecil kemungkinan bila Indonesia mengambil opsi lockdown.

Lalu, bagaimana dampaknya bagi perekonomian bila lockdown benar-benar direalisasikan, termasuk Ibu Kota DKI Jakarta? Ekonom Indef, Bhima Yudhistira, memaparkan, lockdown di Jakarta saja sudah cukup membuat pertumbuhan ekonomi RI anjlok drastis alias minus sepanjang 2020.

Baca Juga: Lockdown Jakarta Dibandingkan Tegal, Said Didu: Woi, Anies Bisa Dibui

"Diperkirakan pertumbuhan ekonomi menyentuh angka negatif," ujar Bhima kepada Warta Ekonomi di Jakarta, Jumat (27/3/2020).

Menurutnya, banyak sekali rentetan dampak negatif bila lockdown dilakukan di Jakarta. Pertama, soal ketersediaan pangan tentu tidak siap karena sebagian besar kebutuhan pokok disumbang dari daerah luar Jakarta. Arus distribusi barang akan terganggu jika lockdown dilakukan.

"Kelangkaan bahan pokok khususnya jelang Ramadhan akan menyeret kenaikan harga. Inflasi tembus di atas 6% merugikan daya beli masyarakat se-Indonesia," jelasnya.

Kedua, panic buying masyarakat Jakarta belum bisa diantisipasi. Jadi ketika lockdown diumumkan, masyarakat yang panik akan menyerbu pusat perbelanjaan. Bukan hanya makanan minuman, tapi juga obat-obatan bisa ludes tak tersisa.

"Kemarin waktu panic buying di beberapa daerah, pemerintah tidak punya pencegahan apapun. Yang saya khawatirkan masyarakat menengah bawah, kemampuan untuk menimbun bahan pangan tidak sekuat kelas atas. Angka kemiskinan bisa naik, bahkan bisa menyebabkan kelaparan massal di Jakarta," paparnya.

Ketiga, kalau lockdown dilakukan, aktivitas semua perusahaan yang kantor pusatnya di Jakarta akan terganggu karena peredaran uang sebagian besar di Jakarta. Secara lebih luas, ada 1,2 juta unit kantor di Jabodetabek, kemudian ada 7,3 juta orang karyawan di wilayah tersebut.

"Mereka ini kan tidak hanya menetap di Jabodetabek, tapi juga berasal dari daerah sekitarnya. Pastinya pendapatan terganggu. Padahal, banyak pekerja yang punya cicilan motor, rumah, tagihan listrik, dan utang lainnya. Pemerintah harus pikirkan kelompok rentan ini juga," ucap Bhima.

Kemudian yang terakhir, pelaku UMKM akan kena imbas paling parah, driver ojol tidak bisa bekerja. "Gelombang PHK naik, pertumbuhan ekonomi bisa anjlok signifikan. Krisis makin cepat," tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: