Berdasarkan Pasal 18, Penguasa Darurat Sipil berhak membuat ketentuan yang membatasi pengadaan rapat umum, pertemuan umum, bahkan arak-arakan pun harus dilakukan dengan izin tertentu. Izin bisa diberikan secara penuh atau bersyarat.
Selain itu, penggunaan gedung-gedung, tempat kediaman dan lapangan juga dibatasi atau bahkan dilarang untuk sementara waktu. Keberadaan orang di luar rumah juga dibatasi. Pasal 20 bahkan membolehkan Penguasa Darurat Sipil untuk melakukan pemeriksaan badan dan pakaian tiap orang yang mengundang kecurigaan.
Presiden dapat mengangkat pejabat lain bila perlu. Presiden juga bisa menentukan susunan yang berlainan dengan yang tertera di atas bila dinilai perlu.
Di level daerah, penguasaan keadaan darurat sipil dipegang oleh kepala daerah serendah-rendahnya adalah kepala daerah tingkat II (bupati/wali kota). Kepala daerah tersebut dibantu oleh komandan militer tertinggi dari daerah yang bersangkutan, kepala polisi dari daerah yang bersangkutan, dan seorang pengawas/kepala kejaksaan daerah yang bersangkutan.
Dalam kondisi wabah yang terus meluas, pasal yang digunakan menurut UU Nomor 6 tahun 2018, setelah kebijakan pembatasan sosial berskala besar adalah karantina wilayah.
Karantina wilayah terdapat pada Bab VII bagian ketiga tentang Karantina Wilayah pada Pasal 53, Pasal 54, dan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajria Anindya Utami
Editor: Fajria Anindya Utami
Tag Terkait: