Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Petani Sawit Kesulitan Akses Pangan saat Pandemi Covid-19

Oleh: Ayuningtyas Widari Ramdhaniar, Open Governement Partnership ReThinkbyAWR

Petani Sawit Kesulitan Akses Pangan saat Pandemi Covid-19 Petani memindahkan buah kelapa sawit yang baru dipanen, di Padangpariaman, Sumatera Barat, Senin (16/7). Data BPS Sumbar, harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit di propinsi itu merosot dari Rp1.500 per kilogram kini menjadi Rp800 per kilogram, sehingga mempengaruhi nilai ekspor Sumbar sepanjang Juni 2018 yang mencapai 108,19 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau turun 11,48 persen dibandingkan Mei yang mencapai 122,22 juta dolar AS. | Kredit Foto: Antara/Iggoy el Fitra
Warta Ekonomi, Jakarta -

Saat ini penderita virus corona atau covid-19 di Indonesia semakin bertambah. Jumlah pasien positif terinfeksi virus corona di Tanah Air secara kumulatif mencapai 9.771 kasus per Rabu (29/4/2020). Sebanyak 784 orang meninggal dunia dan 1.391 orang sembuh.

Di tengah pandemi virus corona ini Indonesia juga menderita persoalan klasik yakni kenaikan harga pangan saat bulan Ramadhan. Selain itu, negara Indonesia juga memiliki persoalan tambahan yakni daya beli masyarakat melemah. Jadi, di satu sisi harga pangan mengalami peningkatan dan di sisi lain daya beli konsumen mengalami pelemahan.

Baca Juga: Kebun Sawit Bukan Driver Deforestasi Tapi Upaya Reforestasi!

Kondisi demikian juga dialami para petani sawit di Tanah Air. Misalnya, beberapa pabrik kelapa sawit yang tutup membuat penyerapan panen para petani berkurang. Hal ini berimbas pada penurunan pendapatan para petani sawit.

Jika ditelisik lebih dalam, penyebab pabrik kelapa sawit tutup karena beberapa negara tujuan ekspor komoditas ini menerapkan lockdown. Misalnya, negara tujuan ekspor India yang melakukan lockdown sebagai upaya untuk memutus rantai penyebaran virus corona di negara tersebut.

Hal ini tentu saja tidak bisa dibiarkan terus terjadi. Kita berharap pemerintah Indonesia bersedia membeli CPO dari para petani agar roda perekonomian bisa terus berjalan. Memang, saat ini komitmen pemerintah untuk menyerap stok CPO para petani dalam negeri tengah diuji. Seharusnya pemerintah Indonesia memiliki tanggung jawab moral yang besar terhadap para petani plasma yang tidak mampu membeli kebutuhan hidup sehari-hari.

Perlu diingat, para petani sawit butuh mata pencaharian untuk keperluan makan sehari-hari. Karena saat ini petani plasma sedang berjuang sendiri menjual hasil panen mereka. Karena petani plasma ini hanya mengandalkan sawit sebagai sumber kehidupan. Jangan sampai petani plasma akhirnya berpikir lebih baik mati karena corona daripada mati karena kelaparan.

Di beberapa daerah yang tanahnya masih bisa dimanfaatkan sebagai lahan untuk menanam tanaman pangan, paling tidak para petani masih bisa makan dari hasil panen sendiri berupa beras dan sayur mayur.

Padahal, pada era pemerintahan Presiden RI ke-2 Soeharto para petani dan petani plasma sawit disediakan lahan untuk menanam tanaman pangan sehingga akses terhadap kebutuhan pokok tersebut tersedia. Program tahun 1980-an itu misalnya kebun plasma 2 hektare dan juga lahan pangan 0,75 hektare.

Tetapi, saat ini kalau kita berkunjung ke desa-desa transmigran sawit semua sudah beralih menjadi lahan sawit sehingga saat terjadi pandemi seperti sekarang maka para petani sawit terancam kelaparan karena terpaksa harus mencari uang lagi untuk membeli kebutuhan pangan.

Maka sebaiknya hal ini menjadi perhatian serius juga bagi pemerintah pusat dan daerah agar mewajibkan adanya tanaman pangan di sekitar perkebunan kelapa sawit misal hitungannya per 2 hektare dan 0,75 hektare untuk tanaman pangan.

Karena pandemi seperti ini mungkin akan terjadi lagi di masa mendatang. Sehingga jika di masa depan terjadi krisis seperti sekarang maka tidak akan terlalu berdampak signifikan karena rakyat di desa masih bisa makan dari kebunnya sendiri.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: