Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Penanganan Covid-19 Berlarut-larut, Utang RI Makin Kalang Kabut

Penanganan Covid-19 Berlarut-larut, Utang RI Makin Kalang Kabut Kredit Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ekonom BNI Ryan Kiryanto menilai pandemi Covid-19 bisa membuat utang luar negeri (ULN) Indonesia membengkak. Karena pembiayaan penanganan Covid-19 membutuhkan biaya besar dan penyelesaian pandemi yang berlarut-larut membuat kebutuhan biaya semakin tinggi.

Dan keperluan biaya besar tersebut berpotensi meningkatkan utang pemerintah, baik utang domestik maupun ULN.

"Dari berbagai skenario dan hitung-hitungan berbagai sumber, kebutuhan pembiayaan penangan Covid-19 semakin membesar," ujar Ryan saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (16/5/2020).

Baca Juga: Diguyur Rp491,55 Triliun, Semoga Ekonomi RI Terselamatkan

Sebagai informasi, Bank Indonesia (BI) mencatat ULN Indonesia pada kuartal I 2020 mencapai US$389,3 miliar. Angka ULN itu terdiri dari utang sektor publik yaitu pemerintah dan bank sentral sebesar US$183,8 miliar dan ULN sektor swasta (termasuk BUMN) sebesar US$205,5 miliar.

Meski demikian, kata Ryan, situasi ini tidak hanya dihadapi Indonesia sendiri, juga di semua negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

"Hanya saja, berapa pun lonjakan utang pemerintah, tetap harus diupayakan jangan sampai melampaui ambang batas berstandar internasional, yakni 60% dari PDB. Barangkali batas atas 35% dari PDB masih bisa kita toleransi karena memang kebutuhannya yang mendesak," katanya mewanti-wanti.

Ryan menambahkan, pengelolaan utang juga harus prudent dengan alokasi dan realokasi anggaran bersumber dari utang yang tepat: tepat guna, tepat waktu, tepat prioritas dan tepat sasaran, mengacu kepada prinsip-prinsip Good Government. Jadi prinsip efisiensi dan efektivitas harus menjadi dasar utama pengelolaan utang pemerintah.

"Tak kalah pentingnya adalah upaya atau strategi pemerintah untuk bisa menjaga tingkat penerimaan yang baik sehingga mampu memenuhi kewajiban saat utang jatuh tempo atau saat pembayaran angsuran utang tersebut," katanya.

Dia menekankan, harus ada keseimbangan yang baik dan stabil antara sisi belanja bersumber dari utang dengan sisi penerimaan. Sehingga defisit APBN tidak melebar, tetapi sesuai dengan yang sudah dipatok oleh pemerintah.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: