SubsidiĀ bahan bakar minyak (BBM) yang tinggi terbukti membebani APBN sekaligus bisa membuat warga boros dan manja. Pengalaman nyata dialami Venezuela. Pada tahun 2000-2013, Venezuela terkenal sebagai "surga dunia" di mana subsidi BBM di sana menjadikan harga bensin begitu murah, pada Juni 2013 sempat mencapai 1 sen US$ per liter atau sekitar Rp140 per liter.
Di Venezuela, harga bensin bahkan lebih murah daripada air mineral karena ada bantuan subsidi pemerintah untuk BBM. Tragisnya, kenikmatan subsidi itu dibayar sangat mahal ketika Venezuela dilanda krisis ekonomi sejak 2014. Kondisi Venezuela yang semula jadi "surga dunia" berubah 180 derajat dari menjadi "neraka dunia".
Baca Juga: Fraksi PKS DPR RI Kirim Surat ke Pemerintah Minta Batalkan Kenaikan BPJS dan Turunkan Harga BBM
Tentu ini menjadi warning bagi Indonesia. Besarnya subsidi yang tidak tepat sasaran dapat menimbulkan jebakan yang berbahaya seperti yang dialami Venezuela.
Menurut data dari Kementerian Keuangan Indonesia, pada 2011 subsidi BBM mencapai Rp165,2 triliun, kemudian pada 2012 meningkat tajam menjadi Rp211,9 triliun. Pada tahun 2013 terjadi sedikit penurunan subsidi menjadi Rp210 triliun. Namun, kemudian meningkat kembali pada 2014 menjadi Rp240 triliun. Sayangnya, jumlah subsidi BBM yang tinggi pada 2014 ini dinilai tidak produktif dan tidak berkontribusi terhadap penciptaan lapangan kerja.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finanance (Indef), Uchok Pulungan, mengingatkan, harga BBM murah juga bisa membuat program energi alternatif selain fosil bisa menjadi lambat. Memang, ada tendensi kalau harga BBM murah, insentif untuk mengembangkan energi altenatif jadi tidak menarik. "Itu yang selama ini terjadi. Tapi, saat harga BBM naik, baru kita panik," ucap Uchok, baru-baru ini.
Uchok menilai, dalam penentuan harga BBM, perlu mempertimbangkan berbagai aspek termasuk pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dollar. Memang, ada koreksi harga niai tukar dan juga penurunan harga minya, tetapi harus tetap hati-hati dalam mengambil kebijakan harga BBM.
Ucok mengingatkan, saat ini lebih penting mendorong daya beli masyarakat tetap terjaga agar ekonomi lebih berputar, konsumsi rumah tangga tidak anjlok. Caranya, menekan inflasi pangan lewat operasi pasar di daerah, juga memastikan THR terhadap para pekerja dibayarkan.
Pengalaman pahit Venezuela telah memberikan pelajaran bahwa kebijakan populis yang memanjakan warga dengan aneka subsidi terbukti tidak produktif dan bisa menjerumuskan negara dalam krisis ekonomi.
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR), Febby Tumiwa, menyebut bahwa saat ini BBM subsidi diberikan pada BBM jenis diesel (solar) dan minyak tanah. Di APBN 2020, besarnya Rp18,7 triliun. Yang besar adalah subsidi LPG 3 kg senilai Rp49,4 triliun.
"Subsidi ini memang perlu dipangkas secara bertahap dan dialihkan kepada sektor lain yang produktif, tetapi pengalihan tersebut harus memastikan bahwa masyarakat miskin tetap bisa mendapatkan energi dalam jumlah yang cukup dan berkualitas," ujar Febby.
Febby menambahkan, pemerintah juga tidak perlu terburu-buru merevisi harga BBM karena harga minyak saat ini volatile dan tidak mencerminkan keekonomian yang wajar. Penyebabnya adalah permintaan turun drastis dalam waktu singkat, tapi tidak diikuti dengan penurunan pasokan. Terjadi kondisi oversupply sehingga mengakibatkan lonjakan permintaan storage dan mengakibatkan inventory meningkat.
"Tidak banyak yang bisa dilakukan Pertamina karena tidak bisa menciptakan permintaan dalam jangka pendek. Yang bisa dilakukan adalah pengelolaan inventory, mengendalikan produksi minyak mentah, dan produksi kilang," ucap Febby.
Sebelumnya, pengusaha Kamar Dagang dan Industri (KADIN), Suryo Bambang Sulistyo, juga mengingatkan, subsidi kepada BBM hanya membuat warga Indonesia menjadi boros dan manja. Menurut dia, masyarakat selalu punya keinginan untuk berpergian dengan menggunakan kendaraan pribadi karena harga bensin yang murah.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Agus Aryanto
Editor: Puri Mei Setyaningrum