Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

New Normal, Dunia Konstruksi Siap Memasuki Industri 5.0

New Normal, Dunia Konstruksi Siap Memasuki Industri 5.0 Kredit Foto: Antara/Irsan Mulyadi

Dunia konstruksi tak bisa dipisahkan dari teknologi. Oleh sebab itu, New normal ini bisa menjadi momentum bagi dunia konstruksi untuk berubah dan menemukan model-model baru yang lebih efektif, efisien, berdaya saing, dan berkelanjutan.

Pada awal januari 2019 lalu, telah beredar gagasan baru yang muncul dari peradaban Jepang, yaitu society 5.0, yang disampaikan oleh Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dalam Forum Ekonomi Dunia 2019 di Davos, Swiss. Gagasan ini muncul sebagai respon revolusi industri 4.0 atas signifikannya perkembangan teknologi, tetapi sekaligus menjadikan peran masyarakat sebagai pertimbangan utama bagi terciptanya revolusi industri 4.0 tersebut.

Society 5.0 menawarkan masyarakat ekonomi yang berpusat pada manusia yang membuat seimbang antara kemajuan ekonomi dengan penyelesaian masalah sosial melalui sistem yang sangat menghubungkan antara dunia maya dan dunia nyata. 

Menurut Abe, “Di society 5.0 itu bukan lagi melulu soal modal, tetapi data yang menghubungkan dan menggerakkan segalanya, membantu mengisi kesenjangan antara yang kaya dan yang kurang beruntung.

Menurut Lukman Edy, New normal dapat dijadikan momentum pengejawantahan konsep society 5.0 tersebut, utamanya pada iklim infrastruktur di Indonesia. Mengapa?

“Karena infrastruktur lah yang paling memungkinkan untuk memadukan SDM dengan teknologi 4.0”, jelasnya.

Pemanfaatan teknologi informasi pada bidang infrastruktur di era New Normal ini seharusnya tidak hanya dalam kegiatan internal perkantoran, tetapi juga dalam pengelolaan pekerjaan infrastruktur, seperti:

1. Digitalisasi pengelolaan jalan tol dengan cara memanfaatkan teknologi digital yang diberlakukan di seluruh cabang tol dengan meminimalisir pertemuan tatap muka dan mengubahnya kedalam pertemuan online, absensi secara online dengan menggunakan aplikasi, tanda tangan dokumen secara digital, menghentikan sementara sistem top-up tunai, hingga pengembangan layanan self-update check balance saldo uang elektronik di gerbang tol dan fasilitas layanan top-up mobile di seluruh cabang tol 

2. proses lelang pengadaan barang dan jasa untuk proyek-proyek infrastruktur sudah seharusnya 100% dilakukan dengan cara E-Procurement. Mengapa harus e-procurement 100%? agar dengan demikian menghindari aktifitas berkumpulnya orang di satu kawasan yang kemungkinan susah menjaga physical distancing, sekaligus juga menasionalkan gerakan e-procurement yang telah dicanangkan sebelumnya oleh presiden. 

“Dengan cara ini, diharapkan akan mempercepat proses pengadaan barang dan jasa, efektif dan efisien dalam mempercepat rencana kerja infrastruktur nasional”, harapnya.

 

3. Administrasi paperless. Sejalan dengan berjalannya e-procurement 100%, maka untuk menopang Efektifitas proses ini, administrasi proyek juga sudah mulai dilakukan secara online dan paperless. Penyelesaian administrasi secara online bukan hanya efisiensi pembiayaan, namun juga meminimalisasi perjumpaan orang secara fisik; sementara perjumpaan orang secara fisik akan menyusahkan manakala petugas yang bersangkutan pas memperoleh giliran hari work from home. Administrasi paperless ini meliputi   Sura menyurat, dokumen kontrak, pembayaran pajak, pelaporan-pelaporan, administrasi termin, sampai dengan laporan akhir. Pada sisi yang lain, paperless juga turut serta peduli pada kelestarian alam. 

4. Pemanfaatan Drone. Pemanfaatan  teknologi perlu juga dikembangkan pada pembangunan infrastruktur yang dikerjakan pada medan yang sulit dijangkau atau membahayakan bagi tenaga kerja manusia, dengan mengembangkan teknologi drone yang dikendalikan dari pusat kendali data. 

5. Terobosan berikutnya di dunia konstruksi adalah pelibatan tenaga kerja tidak langsung, melainkan melalui pengembangan precest yang diproduksi oleh UMKM binaan BUMN kekaryaan maupun kementrian PUPR. 

“Jadi kita dorong BUMN kekaryaan dan kementrian PUPR ini mendesain produk-produk precest yang mampu diproduksi oleh UMKM seperti mur-baut, produk furnitur pendukung, pagar jalan tol, rambu2, serta industri pendukung konstruksi lainnya serta melakukan binaan terhadap Industri Kecil/ Industri rumah tangga (IK/IRT) dan UMKM tersebut”, ujar mantan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal ini. Pelibatan dan serapan tenaga kerja tidak hanya pada pekerjaan utama konstruksinya tetapi pada industri penunjangnya.

6. Sedang untuk pekerjaan-pekerjaan konstruksi yang melibatkan banyak orang seperti padat karya hendaknya dilakukan re-engineering dengan mempertimbangkan tetap menjaga social distancing dan phisical distancing; seperti memperbanyak titik-titik satuan Kerja dimana masing-masing hanya terdiri dari sedikit orang yang memungkinkan untuk tetap menjaga jarak. 

“Dengan dilakukan re-engineering dan re-desain skema pelaksanaan proyek seperti ini, diharapkan proyek akan lebih cepat selesai dan protokol kesehatan terjaga”, tegasnya.

7. Secara umum dunia konstruksi perlu melakukan re enginering terhadap Manajemen Konstruksi seperti selama ini. Ia harus menyesuaikan dan mentransformasikan diri dengan kondisi New Normal. Dukungan teknologi 4.0 mutlak diperlukan untuk misi penyelesaian pekerjaan secara efektif, effisien dan tepat waktu dan mencapai hasil yang maksimal. 

Dengan begitu, kita benar-benar akan masuk di era society 5.0 dengan memanfaatkan momentum New Normal ini”, pungkasnya.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: