LCS Memanas Lagi, Armada Kapal Induk AS Pamer Kekuatan Tempur
Dua kapal induk Amerika Serikat (AS) lengkap dengan kelompok tempurnya memulai latihan perang bersama di Laut Filipina pada hari Minggu (28/6/2020). Unjuk kekuatan itu hanya berselang sehari setelah para pemimpin ASEAN menyampaikan pernyataan terkuat yang menentang klaim China atas hampir seluruh Laut China Selatan.
Beijing mengklaim hampir seluruh kawasan Laut China Selatan dengan alasan historis. Namun, beberapa negara yang tergabung dalam Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) juga memiliki klaim di kawasan serupa yang saling tumpang tindih.
Baca Juga: KTT ASEAN Pastikan Tak Bahas Sengketa Laut China Selatan karena...
Dua kapal induk Amerika dan kelompok tempurnya yang bermanuver bersama adalah USS Nimitz dan USS Ronald Reagan.
"USS Nimitz dan USS Ronald Reagan Carrier Strike Groups memulai latihan untuk meningkatkan komitmen responsif, fleksibel, dan abadi Amerika Serikat untuk perjanjian pertahanan timbal balik dengan sekutu dan mitra di Indo-Pasifik," kata Angkatan Laut AS dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip Japan Times, Senin (29/6/2020).
Latihan perang gabungan kelompok tempur dua kapal induk ini juga berselang seminggu setelah USS Nimitz dan kapal induk lainnya, USS Theodore Roosevelt, melakukan operasi bersama di kawasan yang sama.
Sangat jarang untuk melihat tiga kapal induk AS beroperasi pada waktu yang sama di Pasifik Barat dan bahkan lebih tidak biasa bagi tiga kapal induk menggelar latihan gabungan secara terpisah dalam kerangka waktu yang cepat.
“Kami secara agresif mencari setiap peluang untuk memajukan dan memperkuat kemampuan dan kecakapan kami dalam melakukan operasi perang seluruh domain,” kata komandan Carrier Strike Group 5, Laksamana Muda George Wikoff.
"Angkatan Laut AS tetap memiliki misi yang siap dan dikerahkan secara global. Operasi dua kapal induk menunjukkan komitmen kami terhadap sekutu regional, kemampuan kami untuk secara cepat memerangi kekuatan di Indo-Pasifik, dan kesiapan kami untuk menghadapi semua pihak yang menentang norma-norma internasional yang mendukung stabilitas regional," ujarnya.
Fokus pernyataan Wikoff itu pada sekutu regional akan menambah tekanan yang meningkat pada China, yang mengklaim banyak wilayah di Laut China Selatan, meskipun Filipina, Vietnam, Malaysia, Taiwan dan Brunei memiliki klaim yang tumpang tindih di perairan di mana China, AS, Jepang dan beberapa negara ASEAN beroperasi secara rutin.
Pada hari Sabtu, ASEAN mengatakan dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Vietnam atas nama 10 negara blok tersebut bahwa perjanjian laut tahun 1982 PBB harus menjadi dasar dari hak kedaulatan dan hak-hak di jalur air yang disengketakan.
"Kami menegaskan kembali bahwa UNCLOS 1982 adalah dasar untuk menentukan hak maritim, hak berdaulat, yurisdiksi dan kepentingan sah atas zona maritim," bunyi pernyataan ASEAN, merujuk pada Konvensi PBB tentang Hukum Laut, yang mendefinisikan hak-hak negara terhadap lautan dunia dan membatasi zona ekonomi eksklusif di mana negara-negara pantai memiliki hak khusus untuk menangkap ikan dan mengekploitasi sumber energi.
Titik masuk timur Laut China Selatan dan perairan di sekitarnya dilaporkan telah diwarnai kesibukan aktivitas militer dalam beberapa hari terakhir, termasuk—menurut sebuah lembaga think tank China—beberapa misi pengawasan oleh pesawat mata-mata AS.
The South China Sea Strategic Situation Probing Initiative, lembaga think tank yang bernaung di bawah Universitas Peking di Beijing, mengatakan bahwa pihaknya telah mencatat misi pesawat mata-mata AS di Selat Bashi dan sekitar Laut China Selatan.
Drew Thompson, seorang peneliti di National University of Singapore, menulis di Twitter sebagai tanggapan bahwa di antara pesawat-pesawat AS itu adalah sepasang pesawat P-8 Orion Angkatan Laut AS.
"(Dua pesawat) telah mengambil alih posisi atas target kepentingan bawah laut yang diminati, kemungkinan besar kapal selam Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) Angkatan Laut (China) bergerak melalui Selat Bashi," tulis dia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto