Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pemerintah Diminta Libatkan Swasta Susun Regulasi Ekonomi Digital

Pemerintah Diminta Libatkan Swasta Susun Regulasi Ekonomi Digital Supply Chain Digital | Kredit Foto: SAP
Warta Ekonomi, Jakarta -

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Ira Aprilianti mengatakan, pemerintah perlu melibatkan pihak swasta dalam penyusunan regulasi terkait ekonomi digital.

Ia menjelaskan, pemerintah dapat meningkatkan kualitas regulasi melalui proses co-regulation untuk secara tidak langsung mengukur kesiapan pihak swasta dalam mengadopsi sebuah kebijakan baru. Pemerintah bahkan dapat menilai apakah kebijakan tersebut masih konsisten dengan perubahan cepat pada ekonomi digital.

"Ekonomi digital sangat dinamis karena sifatnya sangat kompetitif. Swasta harus mengadopsi perubahan dengan cepat untuk memenangkan pasar, misalnya terkait preferensi konsumen atas keamanan data dan transaksi. Untuk itu, adopsi kebijakan pemerintah harus mendukung perubahan, inovasi, dan fleksibel bagi swasta sebagai pihak yang mengimplementasi kebijakan tersebut," terang Ira dalam keterangan tertulisnya, Senin (29/6/2020).

Baca Juga: Mengenal Tipe-tipe Intelijen Ancaman

Saat ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tengah menyiapkan peraturan teknis lanjutan dari Peraturan Pemerintah pada 2019 seperti PP 71/2019 dan PP 80/2019. Pada 13 Mei 2020, Kementerian Perdagangan baru saja melegislasi Permendag 50/2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

"Swasta adalah pihak yang berhadapan langsung dengan konsumen dan pemerintah karena mereka menyediakan barang dan jasa sekaligus harus memastikan keamanan transaksi dan mematuhi regulasi untuk mendukungnya kondusifnya business environment. Pengalaman mereka melayani konsumen dan memenuhi regulasi tentu dapat dijadikan masukan dalam penyusunan regulasi atau mengevaluasi yang sudah ada," ungkapnya.

Pesatnya inovasi teknologi membuat digitalisasi dengan mudah diadaptasi ke dalam kehidupan sehari-hari manusia, salah satunya pada bidang ekonomi. Walaupun istilah ekonomi digital sudah umum digunakan, tidak ada definisi resmi dari pemerintah atau bahkan definisi yang disepakati pada level global untuk istilah ini.

Menurut Asian Development Bank, ekonomi digital dapat diartikan sebagai berbagai aktivitas ekonomi yang menggunakan digitasi informasi dan pengetahuan sebagai kunci faktor produksi.

Menurut laporan yang diterbitkan oleh Google dan Temasek pada 2019, pengguna aktif transaksi digital di Asia Tenggara mencapai 150 juta atau tiga kali lipat jumlah pada 2015. Dalam laporan tersebut dijelaskan, ekonomi internet Asia Tenggara akan mencapai US$300 miliar di 2025. Indonesia merupakan negara dengan tingkat pertumbuhan tertinggi di wilayah tersebut dengan peningkatan 40% per tahun, bersama-sama dengan Vietnam.

Ira melanjutkan, penerapan protokol new normal, pembatasan kontak langsung, anjuran pembayaran non-tunai, dan pengurangan kapasitas pusat perbelanjaan, akan berdampak pada meningkatnya aktivitas transaksi elektronik seperti e-commerce, e-payment, dan e-signature. Data BPS menunjukkan terjadi peningkatan aktivitas belanja online sebesar 42% sejak mewabahnya Covid-19.

Ira menambahkan, kerangka kebijakan ekonomi digital yang ada saat ini tidak berpacu dengan pesatnya pertumbuhan dan adaptasi inovasi yang memungkinkan variasi baru model bisnis. Usaha pemerintah untuk meregulasi sektor ini terlihat melalui penerbitan beberapa dasar hukum, seperti UU 16/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Peraturan Menkominfo 20/2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik, mendirikan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) melalui PP 53/2017, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 77/2016, dan lainnya.

Baca Juga: Gak Perlu Jauh-jauh ke ATM, Isi Ulang TapCash BNI Bisa Via GoPay

"Meskipun beberapa upaya telah dilakukan, masih ada ruang untuk perbaikan yang belum tersentuh kerangka regulasi saat ini sehingga sebagian besar bergantung pada inisiasi mandiri sektor swasta atau self-regulatory," ujar Ira.

Usaha pemerintah untuk bergeser dari self-regulatory sudah ditunjukkan dengan merumuskan beberapa RUU, yaitu Perlindungan Data Pribadi serta Keamanan dan Ketahanan Siber, namun pelibatan sektor swasta belum maksimal walau sudah dilakukan.

Perumusan regulasi dengan pelibatan pemerintah dan nonpemerintah, atau biasa disebut co-regulation, penting untuk meningkatkan kualitas teknis regulasi dan memastikan komitmen serta kepercayaan dari semua aktor yang terlibat. Selanjutnya, kepercayaan publik dan swasta juga akan mendukung kebijakan pajak digital yang akan diimplementasikan Agustus mendatang.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Bernadinus Adi Pramudita
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: