Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis dan Pembangunan (LKSP) Astriana B Sinaga menganggap langkah pemerintah menghentikan pelatihan Kartu Prakerja sesuai dengan keinginan mayoritas publik. Keputusan menghentikan program itu juga sejalan dengan hasil survei lembaganya yang memotret kecenderungan publik.
Dia menuturkan, dalam hasil survei tersebut, mayoritas responden (61,94 persen) tidak setuju dengan program Kartu Prakerja. Sementara, yang sepakat 38,06 persen.
Baca Juga: Program Kartu Prakerja Disorot KPK, Ada Apa?
"Yang tidak setuju beralasan warga lebih membutuhkan bantuan tunai atau modal kerja (44,33 persen), pelatihan bisa diperoleh gratis online (28,79 persen), tidak ada perusahaan yang siap menampung (17,60 persen), pelatihan tidak jelas arahnya (1,69 ), celah korupsi baru (1,62 persen)," papar Astriana kepada wartawan, Minggu (5/7/2020).
Menurut dia, alasan lain (3.76 persen) pemerintah harusnya membuka lapangan kerja baru, lebih baik fokus penanganan pandemi, tidak semua pengangguran dapat mengikuti, hanya pencitraan, bantuan pangan lebih prioritas, mendidik masyarakat malas bekerja, menguntungkan pihak tertentu, beda prioritas antar daerah, pelatihan sekaligus modal usaha.
Sementara, lanjut Astriana, yang setuju Kartu Prakerja beralasan membantu korban PHK (46,46 persen), meningkatkan keterampilan (32,07 persen), melatih warga yang baru mencari kerja (20,33 persen). Alasan lain bentuk diperjelas, membantu pekerja sementara selama menganggur, membantu warga yang tidak berijazah mendapat pekerjaan, membuka lapangan kerja baru, memudahkan pendataan pencari kerja, penggunaannya harus sesuai tujuannya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: