Presiden Direktur BCA mengungkapkan bahwa masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di masa pandemi Covid-19 membuat perekonomian bagaikan mati suri. Apalagi, DKI Jakarta merupakan pusat segala bisnis.
"Dari Januari persiapan mereka (pelaku usaha) untuk berdagang sudah disiapkan, tetapi terjadi Covid-19. Ini bulan Juni akhir baru dilonggarkan. Selama periode itu (PSBB) seperti mati suri. Jangan lupa Jakarta juga pusat distribusi jadi karena PSBB barang-barang tidak bisa dkirim. Itulah gambaran selama bulan April, Mei, Juni," ujar Jahja S. kepada Awak Media di Jakarta, Senin (13/7/2020).
Baca Juga: Kesal Warganya Bandel, Anies Ancam Tutup Kegiatan Ekonomi Lagi!
Jahja pun membandingkan, masa krisis akibat Covid-19 jauh lebih mengkhawatirkan bila dibandingkan krisis tahun 1998 maupun 2008. Menurutnya, saat krisis 1998 yang terkena dampaknya big corporation. Hal ini karena mereka over leverage. Sementara, UMKM masih bisa survive; masih bisa berjualan karena mereka pinjamannya kecil. Krisis tahun 2008 di mana terjadi gejolak di AS dan gejolak likuiditas dampaknya tidak berat.
"Nah, di saat ini yang terkena middle income class. Kalau dulu jelang dan sesudah Lebaran ada lembur, sekarang tidak karena barang menumpuk ngapain mereka produksi lagi. Jadi kalau kita lihat dari barang dan jasa saat PSBB berjalan relatif dari beberapa item saja kaya produksi sarden, kecap, noddles karena banyak disalurkan untuk bansos," terangnya.
Oleh sebab itu, melihat kondisi saat ini, Jahja mengibaratkan pelaku usaha seperti orang-orang di dalam mobil lalu terjadi tabrakan. Pasti mereka semua butuh tranfusi darah dahulu. Setelah itu, ditolong dari yang sakitnya paling ringan terlebih dahulu untuk menyelamatkannya.
"Yang penting sekarang kita memilah-milah dahulu indstri apa saja yang perlu kita support (tolong), contohnya mie instan. Di samping itu, apakah semua sektor industri termasuk kita tahu pariwisata, hotel, restoran, dan lain-lain, kita nggak bantu sama sekali? Nggak juga. Kalau hotel yang reputasinya bagus saat normal dia penuh, dia butuh renov kita support, mereka juga kan butuh mempertahankan karyawannya. Nah, ini dia bisa ambil modal kerja. Jadi saya kira di samping industri juga keadaan nasabah satu persatu. Kita gak berpaku pada suatu sektor tergantung industri dan nasabah itu," jelasnya.
Sementara, terkait relaksasi perbankan yang dilakukan regulator, Jahja mengapresiasi sejumlah relaksasi yang diberikan. Karena bila tidak ada relaksasi, kinerja bisnis bank akan terganggu.
"Satu hal yan penting, regulator sebenarnya sudah siap. Misalnya, relaksasi kredit sudah diberikan sampai Maret tahun depan. Kalau tidak diberikan itu profit dan lost bank akan terganggu. Kemudian pelonggaran GWM juga memberikan bank tambahan likuiditas," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: