Palo Alto Networks, perusahaan bidang keamanan siber global, hari ini mengumumkan hasil studi terbaru yang mengkaji perilaku dunia bisnis di Asia Tenggara, khususnya Indonesia, Singapura, Filipina, dan Thailand, terhadap keamanan siber.
Indonesia menjadi negara dengan jumlah nilai investasi terbesar di antara negara-negara lainnya yang disurvei. Dari hasil survei yang dilaksanakan pada awal Februari 2020, terlihat adanya konsistensi kenaikan nilai investasi keamanan siber di negara-negara yang menjadi subjek penelitian.
Meski telah melakukan usaha-usaha untuk meningkatkan keamanan siber, hampir setengah (44%) dari perusahaan yang disurvei mengatakan mereka tetap merasa tidak yakin apakah investasi mereka telah memberikan proteksi yang diperlukan.
Baca Juga: Data Tokopedia Bocor di Medsos, Apa Kata Pakar Keamanan Siber?
"Mereka makin sadar pentingnya mencegah dan menggagalkan serangan siber yang berpotensi mengganggu bisnis, seperti yang telah kita lihat dalam beberapa tahun terakhir," ujar Surung Sinamo, Country Manager Indonesia, Palo Alto Networks, dalam konferensi pers, Rabu (15/7/2020).
Survei ini melibatkan 400 responden dari jajaran manajemen perusahaan dan memiliki peran terkait dengan TI. Responden-responden tersebut mewakili perusahaan dari beragam industri dan skala bisnis. Terdapat masing-masing 100 responden dari Thailand, Indonesia, Filipina, dan Singapura.
Survei ini dilakukan secara daring, dari 6-15 Februari 2020, sebelum dimulainya penerapan paraturan yang ketat untuk menjaga jarak fisik di tiap-tiap negara terkait mewabahnya Covid-19.
Melihat banyaknya upaya pembobolan dan serangan siber yang terjadi di Indonesia pada 2018 dan 2019, tidak mengejutkan apabila temuan dari survei menunjukkan empat dari lima perusahaan (84%) menyatakan telah meningkatkan anggaran mereka untuk keamanan siber pada kurun waktu tersebut (sebelum terjadi pandemi Covid-19).
Persentase tersebut (84%) menjadi yang terbesar di antara negara-negara lain yang disurvei. Faktanya, 44% perusahaan yang disurvei menyatakan bahwa mereka telah mendedikasikan lebih dari setengah anggaran TI mereka untuk keamanan siber sebagai bentuk respons atas meningkatnya volume maupun kecanggihan serangan siber.
Fakta ini mencerminkan adanya peningkatan kesadaran perusahaan-perusahaan terhadap perpetaan ancaman keamanan siber di kawasan regional.
"Namun, sehubungan dengan terjadinya pandemi Covid-19, saat ini bisnis perlu untuk menavigasi risiko-risiko baru yang ditemukan akibat kerja jarak jauh atau munculnya ancaman-ancaman baru yang memanfaatkan situasi Covid-19," lanjutnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bernadinus Adi Pramudita
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: