Kasus perusahaan konsultan investasi dan penasihat keuangan PT Jouska Finansial Indonesia atau Jouska tengah ramai diperbincangkan di media sosial. Pasalnya penasihat keuangan ini ternyata mampu melakukan transaksi keuangan dan mengelola dana nasabahnya. Parahnya sejumlah dana nasabah yang dikelolanya justru mengalami kerugian.
Yang menjadi pertanyaan, apakah sebenarnya financial planner atau perencana keuangan diperkenankan untuk mengelola keuangan kliennya?
Chairman & President International Association of Register Financial Consultant (IARFC) Indonesia Aidil Akbar Madjid mengatakan, sesuai nama dan gelar profesinya, seorang perencana keuangan bertugas membantu nasabah melakukan perencanaan dan memberikan edukasi kepada masyarakat.
Baca Juga: Belanja Modal Sepi, Prospek Investasi Makin Suram
"Perencana keuangan dilarang dan tidak dalam kapasitas dan posisinya untuk mengelola uang nasabah ataupun melakukan transaksi jual-beli (trading) portofolio nasabah. Apalagi melakukannya dengan kuasa penuh (full discretionary) meskipun telah diberi kuasa oleh nasabah (dalam kondisi mengetahui atau tidak mengetahui pemberian kuasa tersebut)," tegas Aidil di Jakarta, Rabu (22/7/2020).
Dia menambahkan, untuk dapat mengelola uang nasabah dan transaksi jual-beli (trading) dibutuhkan lisensi khusus, yaitu Wakil Manajer Investasi (WMI) dan Wakil Perantara Pedagang Efek (WPPE). Orang tersebut pun harus bekerja di salah satu perusahaan efek (sekuritas atau manajer investasi), sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang belaku.
"Orang yang bekerja di perusahaan efek (sekuritas & manajer investasi) tidak bisa mendeklarasikan dirinya sebagai independen. Perencana keuangan independen dan firmanya adalah perencana keuangan yang tidak terikat atau terafiliasi dengan institusi atau produk keuangan manapun," tukasnya.
Sementara apabila seorang perencana keuangan dan/atau firmanya berafiliasi dengan institusi keuangan dan produk keuangan manapun, mereka wajib memberitahukan kepada nasabah atau calon nasabah tentang afiliasi tersebut dan adanya kemungkinan benturan kepentingan (conflict of interest).
Kemudian apabila seorang perencana keuangan indenpenden dan/atau firmanya menerima uang, baik dalam bentuk komisi, fee, dan lain sebagainya dari institusi ataupun hasil penjualan produk keuangan, maka wajib memberi tahu kepada nasabah atau calon nasabah tentang adanya kemungkinan benturan kepentingan.
Lebih jauh, lanjut Aidil, dalam setiap melakukan perencanaan, seorang perencana keuangan harus selalu melakukannya dengan penuh kehati-hatian dan menempatkan kepentingan nasabah di atas kepentingan lainnya. Perencanaan kepada nasabah harus sesuai dengan profil risiko dari nasabah, tujuan keuangan, dan jangka waktu pencapaian.
"Setiap nasabah memiliki profil risiko yang berbeda sehingga tidak serta merta semua nasabah akan berinvestasi atau harus berinvestasi pada produk keuangan dan produk investasi. Apalagi investasi pada saham dan saham IPO. Profesi apa pun yang berkaitan dengan kegiatan investasi di pasar modal, tidak diperbolehkan memberikan janji imbal hasil investasi pasti kepada kliennya," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: