Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas), Laksamana Madya TNI (Purn) Achmad Djamaludin ikut terlibat dalam penanganan Covid-19 ini. Dirinya menjabat sebagai Wakil Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Kendati bertugas untuk turut mengatasi Covid-19 dari aspek kesehatan, namun dia juga ikut memberikan kontribusi dalam penanganan sisi ekonomi yang dilakukan pemerintah.
“Keterlibatan saya untuk penangan Covid-19 ini, misalnya kalau Senin pagi ada penumpukan penumpang [di transportasi umum], saya ikut rapat [mencari solusinya]. Saya dan Pak Doni (Doni Monardo-Ketua Gugus Tugas) kemarin (beberapa waktu lalu) juga ke Jawa Timur untuk sinkronkan semua pihak guna menyiapkan tempat untuk karantina,” katanya dalam keterangan resmi, di Jakarta, Selasa (4/8/2020).
Baca Juga: Ketar-Ketir Ekonomi RI, Pengusaha Prediksi Kondisinya Bakal...
Dengan kondisi itu, kata dia, perannya di Gugus Tugas memang lebih banyak untuk mencari solusi penanganan Covid-19 dari aspek kesehatan, namun begitu aspek ekonomi juga tetap dipikirkan Djamaluddin. “Dalam proses percepatan penanganan Covid-19 ini ada dua sisi. Sisi penanganan Covid-19 dan sisi ekonomi. Sisi penanganan Covid-19 pasti yang paling utama adalah kegiatan dari mulai tracing, tracking, dan treatment. Itu harus ditingkatkan,” katanya.
Namun saat ini, kendati masih pandemi, pemerintah sudah mulai menerapkan era new normal. Dan dalam hal ini perekonomian harus tetap dijalankan, meski dengan protokol kesehatan yang ketat. “Karena bagi pemerintah orang terbebas Covid-19, tapi tidak bisa kerja, ya lama-lama jadi ‘mati’ juga istilahnya. Makanya ekonomi harus terus bergerak, tapi ya penanganan dari sisi ekonomi memang tidak mudah,” katanya.
Kendati begitu, saran dia, ada beberapa hal yang bisa ditempuh dalam penanganan aspek ekonomi ini. Seperti dalam sistem penganggaran pengadaan barang dan jasa di kementerian dan lembaga (K/L) yang selama ini prosedural, mesti dibuat lebih mudah tapi tetap sesuai aturan yang ada.
“Karena prosedural, kadang-kadang mereka takut mau eksekusi, takut nanti dianggap kerugian negara atau diperiksa BPK. Padahal prosedurnya harus diperpendek dalam suasana krisis ini. Dengan begitu bisa menghidupkan belanja K/L lebih tinggi,” terang dia.
Dia mencontohkan, misalkan Kementerian Kesehatan mengusulkan barang dan jasa terkait Covid-19, itu pasti akan di bawa dulu ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), lalu dibawa lagi ke Kementerian Keuangan, di Kemenkeu ditelaah lagi dan dibawa ke BPNPB, baru ke Kemenkes, dan terakhir ke bagian pengadaan barang. Jadi prosesnya begitu panjang.
“Bagi saya sebagai sekjen Wantannas, usulan saya untuk penanganan ekonomi itu, pertama soal UMKM. Harus banyak insentif ke sektor ini dan produknya juga harus dibeli oleh pemerintah, agar keberlangsungan UMKM terjaga. Kemudian soal pengadaaan barang dan jasa tadi. Saya sudah punya konsep kalau menghadap Presiden, terutama untuk pengadaan barang dan jasa prosedurnya, usulan saya, harus diperpendek,” tegas Djamaluddin.
Baca Juga: Ekonomi RI Minus 3, RR Pede Banget: Setahun Saya Pimpin, Beres!
Terkait UMKM ini, kata dia, beberapa kementerian juga harus menyerap produk yang dihasilkan UMKM ini, terutama memang produk-produk kesehatan yang dihasilkan mereka. Dia sendiri sudah menyarankan pihak Kemenkes agar memasukkan anggaran dalam belanja Kemenkes untuk membeli produk hasil UMKM.
“Saya sudah diskusi dengan mereka. Dan pihak Kemenkes juga merespon positif. Jadi produksi alat kesehatan, seperti APD-APD, bisa diambil dan dibeli pemerintah. Sehingga UMKM jalan. Berapa juta pegawai yang kerja, jadi ekonomi tetap jalan. Jadi konsepnya, jalan bareng antara mengatasi covid dan meningkatkan perekonomian,” terang dia.
Kemudian, terkait bantuan sosial (bansos), dia juga menyarankan, mestinya diganti skemanya dengan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Alasan dia, dengan uang tunai, maka akan menghidupkan belanja masyarakat lebih kuat, hal ini berdampak positif ke perekonomian yang akan terus bergeliat.
Selanjutnya, dia juga menyarakankan terkait pengembangan produk jamu atau obat herbal. Sektor ini bisa kembali diangkat, apalagi Indonesia kaya dengan herbal. Seolah kondisinyua sangat tepat, karena memang produk herbal ini bisa memperkuat daya tahan tubuh.
“Cuma memang selama ini uji klinisnya panjang untuk jamu atau herbal ini. Dan dengan biaya sendiri. Mestinya tidak usahlah, percepat saja prosesnya. Karena itu hanya sebagai suplemen saja,” tutur Djamaluddin dengan menambahkan, kondisi tersebut harus diperkuat dengan pola protokol kesehatan berdisiplin tinggi yakni selalu menggunakan masker, tak lupa sering cuci tangan, dan menjaga jarak.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: