Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami pembelian mobil mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono. Informasi ini dikorek melalui saksi dari pihak swasta Indra Hartanto.
"Penyidik mendalami pengetahuan saksi terkait dengan dugaan pembelian mobil oleh tersangka NHD (Nurhadi) dan tersangka RHE (Rezky Herbiyono) melalui pembayaran secara kredit pada Mitsui Leasing," ujar Plt juru bicara KPK Ali Fikri lewat pesan singkat, Jumat (7/8).
Hari ini, KPK juga menyita vila yang diduga merupakan milik eks Nurhadi di Gadog, Bogor, Jawa Barat. "Hari ini Jumat, 7 Agustus 2020, Penyidik KPK mendatangi vila di Gadog Bogor untuk melakukan penyitaan terhadap aset tanah dan bangunan yang diduga ada hubungan kepemilikan dengan tersangka NHD tersebut," ungkap Ali.
Baca Juga: Terseret Kasus Nurhadi, Bos Agung Podomoro Land Mangkir dari KPK
Tim penyidik komisi antirasuah juga turut melakukan penyitaan terhadap sejumlah kendaraan bermotor berupa belasan motor besar alias moge, mobil mewah, dan sepeda. "Itu barang-barang yang diamankan penyidik KPK saat melakukan penggeledahan beberapa waktu yang lalu," imbuh Ali.
Nurhadi yang dibawa ke lokasi penyegelan dikabarkan sempat menolak berita acara penyitaan.
Dalam kasus ini, KPK menduga Nurhadi menerima suap dan gratifikasi dari bos PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto sebesar Rp 46 miliar. Uang diserahkan Hiendra melalui Rezky Herbiyono, sepanjang 2011-2016.
Diduga uang tersebut sebagai upeti atas bantuan Nurhadi mengurus dua perkara perdata yang dialami MIT. Pertama, dalam kasus MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara. Kedua, perkara perdata sengketa saham MIT dengan nilai suap Rp 33,1 miliar.
Baca Juga: KPK Cium Aroma Anak Pejabat Kota Banjar di Proyek PUPR
Terkait gratifikasi, diduga Nurhadi melalui Rezky dalam rentang Oktober 2014-Agustus 2016 menerima total Rp 12,9 miliar. Diduga uang itu untuk penanganan sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA dan permohonan perwalian.
Nurhadi dan Rezky disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) lebih subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Hiendra disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Hingga kini Hiendra masih buron.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: