Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Sayap Kanan Denmark Bakar Alquran, Begini Respons Swedia

Sayap Kanan Denmark Bakar Alquran, Begini Respons Swedia Kredit Foto: Reuters/Bob Strong
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kelompok sayap kanan Denmark terus memicu ketegangan. Uniknya ketegangan karena mereka ingin membakar alquran sebagai bukti toleransi kaum muslim dan kebebasan berekpresi, ternyata  ini melebar ke tetangga negara Swedia.

Ada tulisan yang menarik soal ini pada laman Euronews. Artikel karya Mie Olsen ini yang dimuat pada Kamis lalu (9/10/2020) pukul 16.21 ini berjudul: 'Danish far-right set to stoke tensions in Sweden with new anti-Islam protests' (Kelompok sayap kanan Denmark memicu ketegangan di Swedia dengan protes anti-Islam baru).

Baca Juga: Lagi, Kelompok Ekstremis Denmark Bakar Alquran di Swedia

Selengkapnya artikel tersebut begini:

Partai sayap kanan Denmark Stram Kurs akan memicu ketegangan dengan mengadakan protes anti-Islam baru di negara tetangga Swedia akhir pekan ini.

Partai itu telah mengumumkan rencana demonstrasi baru di lima pinggiran ibu kota Swedia, Stockholm, pada 12 September.

Itu terjadi setelah sebuah kelompok yang terkait dengan Stram Kurs membakar salinan kitab suci Islam Alquran di Malmo pada akhir Agustus, menurut AFP.

"Kami ingin rakyat Swedia bangun," kata Rasmus Paludan, pemimpin Stram Kurs, kepada Euronews.

“Salah satu cara untuk menyadarkan orang Swedia adalah dengan menunjukkan, bagaimana reaksi orang-orang tertentu ketika Anda membakar Alquran. Sepertinya pemerintah Swedia sedang memberi tahu penduduknya bahwa Islam adalah agama perdamaian. Dalam hal ini, adil jika kami memberikan kesempatan kepada Muslim Swedia untuk membuktikannya."

Paludan, yang dikenal karena retorika anti-Muslimnya, melakukan perjalanan ke Swedia pada akhir pekan demonstrasi Malmo. Tetapi aparat keamanan Swedia yang menjaga perbatasan melarangnya masuk.

Pihak berwenang mengatakan dia dicegah memasuki negara itu karena dia mengancam "kepentingan fundamental masyarakat".

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: