Seberapa Untung AS dari Perang 19 Tahun di Afghanistan? Ini Perhitungannya
Setelah 19 tahun sejak Amerika Serikat (AS) turut berperang menyentuh tanah Afghanistan, perdamaian masih sulit untuk dipahami. Dua hal yang dijanjikan Amerika Serikat sejak dulu setelah invasi ke Afghanistan pada 2001, yakni perdamaian dan kebebasan.
Afghan Jamal Uddin dengan jelas mengenang malam 7 Oktober 2001 ketika dia melihat penyiar pemerintah Iran mengumumkan penggulingan rezim Taliban garis keras AS di Kabul melalui intervensi militer besar-besaran yang dijuluki Operation Enduring Freedom (OEF).
Baca Juga: Kabar Baik, Trump Bakal Kosongkan Afghanistan dari Pasukan AS karena...
Dia adalah seorang pengungsi yang bekerja di sebuah lokasi konstruksi di Teheran untuk menghidupi keluarganya yang berjumlah sembilan orang.
"Kami semua terpaku pada layar televisi karena terkejut saat itu menunjukkan jet menjatuhkan bom di berbagai bagian negara. Saya merasa perang ini tidak akan berakhir dalam waktu dekat," kata pria berusia 58 tahun itu dikutip laman Anadolu Agency.
Dia kembali ke Afghanistan pada 2009 untuk memulai hidup baru di bawah rezim yang didukung Barat di Kabul sebagai penjual sayur. Dalam beberapa pekan setelah serangan teroris 11 September 2001 di Amerika Serikat, pasukan Amerika Serikat mendarat di Afghanistan.
Menggabungkan kekuatan dengan Aliansi Utara anti-Taliban setempat, Amerika Serikat melepaskan kekuatan militernya dari udara dan darat untuk merebut Kabul dan kemudian mengusir kelompok garis keras itu keluar dari sebagian besar negara.
"Ini tidak bisa dinegosiasikan," kata Presiden Amerika Serikat George W Bush kala itu.
Bush mengatakan hal tersebut pada hari-hari awal OEF ketika Taliban menyerukan solusi yang dinegosiasikan untuk situasi yang muncul setelah serangan 9/11 dan Washington menuntut agar mereka menyerahkan Osama bin Laden.
"Tidak ada yang perlu dinegosiasikan. Mereka menyembunyikan teroris. Mereka perlu menyerahkannya," kata Bush kepada wartawan kala itu.
Setelah dua bulan pengeboman hebat dan serangan darat di seluruh negara pegunungan, kota Bonn di Jerman dipilih untuk menjadi tuan rumah Konferensi Internasional pertama di Afghanistan pada Desember tahun yang sama.
Ini menghasilkan Otoritas Sementara Afghanistan yang didominasi Aliansi Utara dan dipimpin oleh Hamid Karzai, yang menjadi presiden terpilih pertama Afghanistan pada 2004 dan dia memenangkan masa jabatan kedua pada 2009.
Mantan ekonom dan antropolog Bank Dunia Mohammad Ashraf Ghani menjadi presiden kedua dari pemerintah Republik Islam Afghanistan yang didukung Barat pada 2014 dan dilantik untuk masa jabatan lima tahun kedua pada 2020.
Tetapi kendali pemerintah Kabul atas negara pegunungan itu tetap ditantang dan dirusak oleh Taliban, meskipun bertahun-tahun militer asing dan dukungan keuangan.
Pada peringatan 19 tahun invasi Amerika Serikat, Taliban mengingatkan Amerika Serikat bahwa mereka seharusnya melakukan dialog saat itu untuk menyelamatkan banyak nyawa dan kekayaan yang hilang dalam perang.
Dalam pernyataan Taliban, mengatakan, pada saat Taliban pada 2001, pejabat Amerika dengan arogan menolak semua tawaran Imarah Islam (Taliban) dengan cara yang meremehkan dan meluncurkan invasi militer. Taliban mengatakan, 19 tahun kemudian, semua pihak sepakat bahwa masalah tersebut telah diselesaikan melalui dialog.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: