Produsen baja swasta nasional, PT Gunung Raja Paksi Tbk, mengumumkan keberhasilannya meraih sertifikasi Los Angeles Department of Building and Safety (LADBS). Dengan kini telah memiliki sertifikasi tersebut, perusahaan pun membuka peluang untuk dapat melakukan ekspor ke Amerika Serikat (AS). “Dengan sertifikasi tersebut, tentu kami akan mencari peluang ekspor baru di pasar AS. Kami siap berkompetisi,” jelas Komisaris PT GRP Tbk, Kimin Tanoto, dalam keterangan resminya, Kamis (15/10).
Menurut Kimin, sertifikasi tersebut memiliki peran penting bagi GRP. Karena dengan sertifikasi tersebut, PT GRP Tbk mendapatkan lisensi untuk menerima order, melakukan fabrikasi dan ekspor ke Los Angeles, California, AS dengan standar American Welding Society (AWS). PT GRP Tbk sendiri disebut Kimin telah menyelesaikan proses initial certification LADBS, yang dilaksanakan pada 29 September hingga 6 Oktober 2020 lalu. Dan pada saat ini, PT GRP Tbk telah mendapatkan rekomendasi dari LADBS dan diakui untuk memperoleh lisence type fabrikasi High Strength Steel. “Dengan demikian, nama PT GRP Tbk telah tercantum pada website LADBS. GRP menunggu sertifikat yang diterbitkan pada awal November 2020,” tutur Kimin.
Presiden Komisaris PT GRP Tbk Tony Taniwan menambahkan, sertifikasi LADBS mempertegas komitmen PT GRP Tbk untuk bisa bersaing di pasar global. Terlebih, sebelumnya PT GRP Tbk juga sudah melakukan ekspor ke berbagai negara, termasuk Kanada. “Kami bangga GRP adalah satu-satu nya perusahaan baja di Indonesia yang berhasil mendapatkan sertifikat ini. Semoga produk kita bisa lebih bersaing di pasar dunia,” ungkap Tony.
Sementara, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai, upaya PT GRP Tbk untuk memperoleh sertifikasi LADBS sudah tepat. Terlebih jika dikaitkan dengan komitmen perusahaan untuk menembus pasar AS. “Artinya, jika ingin tembus ke pasar internasional, industri baja kita harus mendapat pengakuan dari dunia internasional. Salah satunya, sertifikasi standar. Kalau di Indonesia ada SNI, maka di AS tentu disesuaikan dengan standar negara tersebut,” jelas Heri.
Dengan memperoleh sertifikasi standar di negara tujuan ekspor, lanjut Heri, berarti perusahaan tersebut sudah menghilangkan salah satu kendala untuk menembus pasar internasional. Sebab, sertifikasi tersebut merupakan salah satu faktor penghambat yang termasuk ke dalam kebijakan non tarif (Non Tariff Measures/NTM). “Kebijakan NTM biasanya memang sulit ditembus dan harus diperjuangkan. Makanya, upaya industri baja tersebut untuk memperoleh sertifikasi negara tujuan sudah tepat. Dengan mengatasi hambatan NTM tadi, upaya ekspor ke negara tersebut menjadi lebih mudah,” tegas Heri.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Taufan Sukma
Editor: Taufan Sukma
Tag Terkait: