Ketua Umum Restructuring and Insolvency Chamber Indonesia (RICI) RICI Alfin Sulaiman menyampaikan, bahwa dalam situasi pandemi saat ini semua pihak harus saling mendukung proses restrukturisasi untuk menjaga kelangsungan usaha dan likuiditas pelaku usaha, perbankan guna menunjang keberlangsungan ekonomi negara.
"Dalam kondisi pandemi Covid 19 saat ini, penerapan konsep PKPU yang tertuang dalam UU Nomer 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU harus diutamakan untuk melakukan restrukturisasi daripada proses kepailitan", ungkap Alfin dalam keterangan persnya di Jakarta, Minggu (18/10/2020).
Dalam arti positif, lanjut dia, PKPU ini menjadi ruang restrukturisasi bagi debitur dengan para kreditornya terhadap utang-utang yang memang tidak atau sulit dibayar saat jatuh tempo di masa pandemi Covid 19 saat ini.
"Karena itu semua pihak harus saling mendukung proses restrukturisasi guna menunjang keberlangsungan ekonomi negara," tambah Alfin yang juga merupakan Ketua Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Jakarta Selatan.
Baca Juga: Pengamat: Ikut Restrukturisasi Jauh Lebih Baik bagi Nasabah Jiwasraya
Hal ini juga ditegaskan oleh Sekretaris Jenderal RICI Harvardy M. Iqbal, bahwa organisasi RICI hadir sebagai forum komunikasi dan wadah dari seluruh pelaku kegiatan restrukturisasi, baik pelaku usaha, perbankan, profesi penunjang seperti akuntan, financial advisor, tax consultant, praktisi hukum dan keuangan, kurator, maupun pemerintah dan badan peradilan.
Disisi lain, Dedy Teguh Krisnawan selaku Senior VP SAM Bank Mandiri sebagai salah satu narasumber dalam webinar ini, menyampaikan bahwa perbankan cenderung memberikan kesempatan kepada debitor untuk melakukan langkah restrukturisasi di luar pengadilan dibandingkan mengambil langkah hukum litigasi di era pandemi.
"Hingga periode bulan Agustus 2020, Bank Mandiri telah melakukan restrukturisasi kredit debitor terdampak covid 19 dengan jumlah 119,3 Triliun yang berasal dari 545.692 debitor," ungkap Dedy.
Sementara itu, Reza Octavian yang mewakili Hipmi Jaya juga menyampaikan bahwa pengusaha masih optimis bahwa Pandemi Covid 19 segera berakhir dan melakukan upaya maksimal untuk mencegah tindakan pemutusan hubungan kerja dengan karyawan. Namun Pengusaha juga meminta Pemerintah mempertimbangkan pemberian keringanan beban pajak yang wajib di tanggung pengusaha khususnya terhadap sektor-sektor yang sangat terdampak.
"HIPMI Jaya prihatin dengan banyaknya permohonan pailit maupun PKPU yang menanjak jumlahnya di era pandemi dan mendorong pemerintah dan DPR untuk melakukan revisi Undang-undang Kepailitan dan PKPU khususnya terhadap syarat insolvency test untuk mengajukan permohonan pailit dan PKPU," tutur Reza.
Selain itu, Praktisi hukum GP Aji Wijaya selaku narasumber juga menyampaikan bahwa Undang-undang Kepailitan dan PKPU masih terdapat beberapa kelemahan terutama terkait dengan dapat atau tidaknya debitor yang sudah masuk dalam PKPU dan membuat proposal restrukturisasi kemudian karena kondisi pandemi melakukan revisi perubahan kembali terkait proyeksi proposal restrukturisasi nya.
"Kemudian pihak-pihak terkait khusus nya perbankan belum ada penyeragaman sikap terkait status kolektabilitas debitor yang sudah masuk dalam restrukturisasi melalui penundaan kewajiban pembayaran utang," imbuhnya.
Oleh karena itu, Aji juga mendorong agar Mahkamah Agung membuat suatu peraturan yang sifatnya temporer guna mengantisipasi melonjaknya permohonan kepailitan dan PKPU. "Sehingga dapat mendorong penyelesaian restrukturisasi melalui PKPU secara maksimal untuk mencegah banyaknya perusahaan atau individu yang masuk ke dalam jurang kepailitan," tandasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman