Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Diprediksi Akan Muncul Ransomware 2.0, Ini Tanda-tandanya

Diprediksi Akan Muncul Ransomware 2.0, Ini Tanda-tandanya Kredit Foto: The Week/Via Reuters
Warta Ekonomi, Jakarta -

Dalam beberapa tahun terakhir, serangan terkenal ransomware—di mana para aktor ancaman menggunakan malware untuk mengenkripsi data dan menyimpannya sebagai tebusan—telah banyak menargetkan entitas perusahaan dan industri tertentu.

Dalam kampanye lebih bertarget ini, para aktor ancaman tidak hanya mengancam untuk mengenkripsi data, tetapi juga memublikasikan informasi rahasia secara online. Tren ini kemudian diamati oleh para peneliti Kaspersky dalam analisis terbaru dari dua keluarga ransomware terkenal: Ragnar Locker dan Egregor.

Ragnar Locker dan Egregor adalah dua keluarga ransomware terkenal yang mempraktikkan metode pemerasan baru. Ragnar Locker pertama kali ditemukan pada 2019, tetapi tidak terkenal hingga paruh pertama 2020 ketika saat itu terlihat menyerang organisasi besar.

Baca Juga: Marak Kasus Pembobolan Rekening: BTPN, Maybank, hingga Commonwealth, Mereka Lepas Tangan

Serangan terpantau sangat bertarget dengan setiap sampel yang secara khusus disesuaikan dengan korban yang dituju, dan mereka yang menolak membayar akan diancam untuk disebarluaskan data rahasianya pada bagian Wall of Shame di situs kebocoran milik para aktor ancaman tersebut. Jika korban melakukan percakapan dengan aktor ancaman dan kemudian menolak membayar, obrolan tersebut juga akan dipublikasikan.

Sasaran utamanya adalah perusahaan di Amerika Serikat di berbagai industri. Juli lalu, Ragnar Locker menyatakan bahwa mereka telah bergabung dengan kartel ransomware Maze, yang berarti keduanya akan berkolaborasi untuk berbagi informasi yang dicuri. Maze telah menjadi salah satu keluarga ransomware paling terkenal di 2020.

"Saat ini dapat menjadi awal kemunculan ransomware 2.0. Maksudnya, serangan jadi sangat bertarget dan tidak hanya berfokus pada enkripsi, melainkan proses pemerasan pada publikasi data rahasia online. Tindakan tersebut tidak hanya membahayakan reputasi perusahaan, tetapi juga membuka tuntutan hukum jika data yang dipublikasikan melanggar peraturan seperti HIPAA atau GDPR. Terdapat lebih banyak hal yang dipertaruhkan daripada hanya kerugian finansial," komentar Dmitry Bestuzhev, head of the Latin American Global Research and Analysis Team (GReAT) Kaspersky dalam siaran persnya, Kamis (12/11/2020).

Egregor sendiri jauh lebih baru daripada Ragnar Locker—pertama kali ditemukan September lalu tahun ini. Namun, ia menggunakan banyak taktik yang sama, dan juga memiliki kesamaan kode dengan Maze.

Malware ini biasanya diluncurkan dengan cara menembus jaringan, setelah data target dieksfiltrasi, korban akan diberikan waktu selama 72 jam untuk membayar uang tebusan sebelum informasi yang dicuri dipublikasikan. Jika korban menolak membayar, para aktor ancaman kemudian akan mempublikasikan nama-nama korban dan tautan untuk mengunduh data rahasia perusahaan di situs kebocoran mereka.

Radius serangan Egregor juga jauh lebih luas dibandingkan dengan Ragnar Locker. Serangan Egregor telah menargetkan korban di Amerika Utara, Eropa hingga sebagian wilayah Asia Pasifik.

Baca Juga: Puluhan Juta Data Cermati & Lazada Bocor, BPKN Gerah: Investigasi Segera!

"Ini sebagai pengingat organisasi, mereka perlu memikirkan ancaman ransomware lebih dari sekadar malware. Faktanya, sering kali, ransomware hanyalah tahap terakhir dari pelanggaran jaringan. Pada saat ransomware benar-benar digunakan, para aktor ancaman telah mengintai jaringan, mengidentifikasi data rahasia dan mengeksfiltrasinya."

"Organisasi harus menerapkan seluruh rangkaian praktik terbaik keamanan siber mereka. Mengidentifikasi serangan pada tahap awal sebelum aktor ancaman beraksi, tindakan sederhana ini nyatanya dapat menghemat banyak uang," tambah Fedor Sinitsyn, pakar keamanan di Kaspersky.

Serangan ransomware, secara umum, dianggap sebagai salah satu jenis ancaman serius yang dihadapi perusahaan. Tidak hanya dapat mengganggu operasi bisnis kritikal, tetapi juga kerugian finansial yang besar dan, bahkan dalam beberapa kasus, menyebabkan kebangkrutan karena denda dan tuntutan hukum yang timbul sebagai akibat dari pelanggaran hukum dan peraturan.

Misalnya, serangan WannaCry yang diperkirakan telah menyebabkan kerugian finansial lebih dari US$4 miliar. Namun, kampanye ransomware yang lebih baru mengubah modus operandinya: kampanye tersebut mengancam untuk mengungkapkan informasi perusahaan yang telah dicuri kepada publik.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Bernadinus Adi Pramudita
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: