Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Marak Kasus Pembobolan Rekening: BTPN, Maybank, hingga Commonwealth, Mereka Lepas Tangan

Marak Kasus Pembobolan Rekening: BTPN, Maybank, hingga Commonwealth, Mereka Lepas Tangan Kredit Foto: Unsplash/Mika Baumeister
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kasus pembobolan rekening nasabah yang berawal dari pencurian data perbankan makin marak terjadi. Belakangan kejahatan rekayasa sosial (social engineering) dengan beragam modus penipuan, menimpa sejumlah nasabah perbankan Tanah Air.

Mengutip kajian Center for Digital Society (CfDS), disebutkan bahwa modus-modus penipuan seperti meminta kode OTP, kode verifikasi, hingga mengakses OTP melalui call forwarding mulai muncul di periode 2017-2020. Bahkan ada pula modus dengan SIM swap yang masih kerap mengintai.

Baca Juga: Gugat Indosat dan Commonwealth Bank Rp100 M, Ilham Bintang Dapat Dukungan

Namun sayangnya, perbankan seakan lepas tangan atas raibnya sejumlah dana milik nasabahnya tersebut. Pihak bank enggan mengganti rugi dana nasabah dengan dalih kebocoran data-data tersebut bukanlah kesalahannya.

Berikut deretan kasus pembobolan rekening tanpa tanggung jawab pihak perbankan yang dirangkum redaksi Warta Ekonomi dari berbagai sumber.

1. Jenius BTPN

Seorang nasabah Jenius bernama Anggita Wahyuningtyas Tungka menjadi korban pembobolan dana yang mengakibatkan saldo rekeningnya hilang hingga lebih dari Rp54,90 juta. Kejadian ini terungkap dari utas Twitter sahabatnya dengan nama akun @adihanif92.

Diceritakan oleh pemilik akun tersebut bahwa peristiwa itu terjadi pada 7 September 2020. Awalnya, teman dekatnya itu menerima panggilan dari kontak yang mengatasnamakan Call Jenius. Dengan dalih ada pembaruan sistem dan penggantian kartu ATM, pelaku yang mengaku sebagai pihak Jenius itu meminta data diri.

Singkat cerita, pelaku berhasil mengakses aplikasi Jenius milik Anggita dari perangkat yang berbeda dan langsung menarik dana sebesar Rp54.909.081 dari rekening nasabah ke rekening lainnya atas nama Luthfi Putri Mardiana.

Korban pun akhirnya melaporkan kejadian tersebut ke Polda Metro Jaya atas dugaan penipuan cyber crime. Bukan hanya itu, korban juga telah melapor ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jenius, dan BTPN. Dari tweet per Oktober 2020, korban masih berjuang untuk bisa mendapatkan ganti rugi dari pihak BTPN dengan mengumpulkan nasabah-nasabah Jenius yang mengalami nasib serupa.

"Lagi mau data nasabah BTPN yang kena juga nih bang," tulisnya membalas pertanyaan terkait kelanjutan kasus tersebut.

Irwan S Tisnabudi, Digital Banking Head Bank BTPN, membenarkan kabar tersebut. Namun, ia mengaku bahwa pihaknya tak bisa memberi jaminan apa pun perihal pengembalian dana yang hilang lantaran kejadian tersebut termasuk social engineering; pemberian informasi data diri yang bersifat rahasia kepada pihak lain.

Kepada redaksi Warta Ekonomi, Irwan mengungkapkan, "dengan berat hati kami sampaikan bahwa Jenius tidak dapat menjanjikan apa pun terkait pengembalian dana."

2. Maybank

Nasib pahit serupa juga menimpa nasabah Maybank pada awal November 2019 lalu. Nasabah asal Surabaya bernama Marselino mengaku dirinya menjadi korban pembobolan rekening. Berawal dari menerima panggilan telepon dari oknum yang mengaku pihak Maybank pada 4 November 2019.

Marselino mengaku, ia tanpa sadar memberikan nomor TAC yang dikirim pelaku untuk kemudian ia konfirmasi di akun MaybankKu SMS. Setelahnya, ia menerima notifikasi bahwa rekeningnya terdebit sebanyak dua kali, masing-masing sebesar Rp23.456.789 sehingga totalnya menjadi Rp46.913.578.

Ia pun langsung menghubungi call center Maybank untuk memblokir nomor rekening miliknya, termasuk uang yang telah masuk ke rekening pelaku. Seperti dikutip dari laman resmi mediakonsumen.com, Marselino bahkan telah melaporkan kasusnya ke pihak kepolisian. Namun, ia harus menelan kecewa karena balasan email yang diterima menyatakan bahwa Maybank tidak bisa bertanggung jawab atas kejadian tersebut.

Bahkan, bank menekankan bobolnya data-data nasabah beruba username, password, dan nomor telepon bukanlah kewenangan bank. Marselino lantas mempertanyakan sistem keamanan dari Maybank.

"Saya sangat kecewa karena pihak Maybank tidak mau bertanggung jawab untuk membantu nasabah untuk penyelesaian hal tersebut dan seolah-olah menyalahkan nasabah atas username, password, dan nomor HP yang bisa diketahui penipu. Padahal, data-data tersebut tidak pernah diberikan kepada orang lain oleh saya sebagai pemilik/nasabah," pungkasnya.

Hingga berita ini terbit, pihak Maybank enggan berkomentar ihwal kasus ini. "Terus terang saya juga enggak tahu, yang saya pegang hanya kasus Winda (Earl) saja," tutur Erry Nugroho, Media Relations Maybank Indonesia.

3. Bank Commonwealth

Serupa tapi tak sama, pembobolan rekening juga dialami wartawan senior Ilham Bintang pada Januari 2020 lalu. Berbeda dari dua kasus di atas, kejadian yang sempat menggegerkan publik ini berawal dari pengambilalihan kartu SIM Indosat milik Ilham saat ia tengah di Melbourne.

Rupanya, tersangka yang berjumlah delapan orang awalnya mencari data korban dengan cara membeli melalui media sosial Facebook. Mereka kemudian mencari data nasabah dengan kartu kredit aktif melalui Sistem Laporan Informasi Keuangan (SLIK) OJK.

Selanjutnya, salah satu tersangka beraksi dengan berpura-pura sebagai Ilham Bintang mendatangi gerai Indosat untuk melakukan pergantian SIM.

"Dari rekaman CCTV Gerai Indosat Bintaro Exchange, diketahui tersangka datang mengaku sebagai pemilik SIM card dan membuat aduan sehingga bisa diterbitkan SIM card baru," ungkap Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus.

Setelah mendapat akses nomor ponsel Ilham, tersangka mengakses berbagai rekening bank milik Ilham dan menguras saldo di dalamnya. Alhasil, uang senilai 25.000 dolar Australia atau setara Rp250 juta raib dari rekening Bank Commonwealth milik Ilham. Di rekening lainnya di bank yang sama, uang sebesar Rp16 juta juga digondol.

Pendiri Cek & Ricek ini lalu melaporkan kasus yang menimpanya ke Polda Metro Jaya pada 17 Januari 2020. Dua minggu setelahnya, awal Februari 2020, komplotan pembobol rekening bank ini pun diringkus dan telah divonis bersalah dengan hukuman bervariasi dari 2 hingga 4 tahun penjara.

Merasa tak adil lantaran Indosat dan Bank Commonwealth tak ikut dijatuhi sanksi bersama sindikat pembobol tersebut, Ilham lantas melayangkan gugatan perdata kepada dua korporasi besar tersebut. Gugatan yang diajukan, selain kerugian materiil, juga kerugian immateril, masing-masing sebesar Rp100 miliar.

"Kenapa hanya pelaksana kejahatan yang diadili, tetapi korporasi besar yang seharus bertanggung jawab mengamankan identitas privasi saya, termasuk uang tabungan saya di bank, bisa lepas tangan? Sama sekali tidak ikut diadili," ujar wartawan senior yang dikenal sebagai pelopor jurnalisme infotainment ini.

Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat ini mengaku sempat ditawari ganti rugi oleh pihak Indosat senilai yang ia laporkan ke pihak kepolisian. Namun, tak digubrisnya karena Indosat enggan mengakui kesalahannya dan mengklaim uang ganti rugi yang ditawarkannya sebagai belas kasihan kepada pihak korban.

"Dia mengatakan good will, semacam uang belas kasihan. Konteksnya kan bukan itu yang terjadi. Saya adukan ke polisi (kasusnya), diproses hukum, terbukti memang betul. Saya punya kartu dijarah, (Indosat) tidak memenuhi SOP, lalu uang saya di bank dijarah, itu semua bisa dibuktikan di pengadilan," ceritanya saat dihubungi Warta Ekonomi, Rabu (11/11/2020).

Bank Commonwealth bahkan menjadi pihak pertama yang menawarkan ganti rugi saat Ilham masih berada di Melbourne. Namun, menurutnya, hal itu tidak resmi lantaran dibahas melalui percakapan WhatsApp dengan salah satu direktur bank tersebut.

"Saat di Melbourne saya belum berpikir apa-apa, duit saya hilang, dia (Commbank) mau ganti, lalu saya ikuti prosesnya, sudah disetujui, tinggal direktur utamanya yang belum setuju, tiba-tiba terputus kontaknya. Tadinya dia mau transfer dengan dolar Australia juga," akunya.

Saat pihak bank menawarkan untuk mendiskusikannya lebih lanjut, Ilham akhirnya lebih memilih menyerahkan kuasa kepada pengacaranya, Elza Syarief. Ayah empat orang anak ini pun membeberkan alasan ia tetap menggunggat bank yang berbasis di Australia tersebut.

"Secara hukum, terbukti uang saya dirampok di bank dia. Ibaratnya saya titip uang di rumah Anda, dan kerampokan, Anda tanggung jawab dong. Logikanya seperti itu," tegasnya.

Ia juga mengatakan bahwa masyarakat sudah lama resah akibat sering terjadinya kasus pembajakan nomor SIM card, berlanjut pembobolan uang tabungan nasabah bank di pelbagai kota. Bahkan, setelah kasusnya ditangani pihak berwajib, korban kejahatan ini masih saja terus berjatuhan.

"Semula saya berharap, kasus saya akan jadi momentum pamungkas bagi dibangunnya sistem pengamanan yang lebih ketat terhadap rahasia privasi identitas publik yang dilayani korporasi besar yang sudah meraup keuntungan besar dari konsumennya. Tapi, setelah di pengadilan, wakil korporasi besar tidak diadili dan seperti terkesan tidak ikut bertanggung jawab atas kerugian nasabah mereka, itu saya rasa sangat tidak adil," ujarnya melalui keterangan tertulisnya beberapa waktu lalu.

Dari berkas gugatan yang diajukan pada 27 Oktober 2020 itu, disebutkan bahwa Indosat selaku tergugat satu digugat karena telah melakukan penggantian kartu SIM Indosat yang selama ini dipakai Ilham, tidak sesuai dengan mekanisme dan SOP penggantian kartu yang digariskan sendiri oleh PT Indosat Ooredoo.

Sementara Bank Commonwealth selaku tergugat kedua telah melakukan perbuatan mentransfer uang Ilham yang dititipkan di bank tersebut ke 94 rekening.

Dihubungi redaksi Warta Ekonomi secara terpisah beberapa kali, dua korporasi tersebut enggan memberikan tanggapannya hingga berita ini ditulis.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rosmayanti
Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: