KOL Stories x Anton Thedy: Meneropong Masa Depan Bisnis Travel Pasca-Vaksinasi
Rencana vaksinasi yang akan dilakukan oleh pemerintah Indonesia pada Januari 2021 mendatang telah memberi angin segar bagi pelaku industri travel. Banyak pihak meyakini vaksinasi ini akan mendorong masyarakat untuk kembali melakukan perjalanan-perjalanan wisata.
Sebagaimana diketahui, industri pariwisata merupakan salah satu sektor yang terdampak langsung oleh pandemi Covid-19. Hal ini disebabkan oleh masyarakat cenderung memilih di rumah saja dan menghindari keramaian selama pandemi Covid-19 agar terhindar dari ancaman virus corona.
Baca Juga: KOL Stories x Denny Santoso: Updating Digital Marketing Strategy in Uncertain Times
Seiring perjalanan waktu, para pelaku bisnis travel mulai menerapkan protokol kesehatan dengan ketat dan tepat agar bisa memulihkan kembali sektor pariwisata. Beberapa yang lain melakukan inovasi dengan memanfaatkan teknologi seperti virtual reality.
Lantas, bagaimana masa depan bisnis travel pasca-vaksinasi pada tahun 2021 mendatang? Simak bincang-bincang Warta Ekonomi bersama Founder TX Travel, Anton Thedy.
Kita sudah berada di penghujung tahun 2020, bagaimana kilas balik Anda selama tahun ini khususnya di industri pariwisata dan bisnis travel?
Saat diberlakukannya PSBB transisi, kita sudah mulai berjalan. Namun, secara keseluruhan industri pariwisata belum kunjung membaik. Di bulan Oktober muncul tren baru, yaitu road trip dengan memakai kendaraan pribadi dari Jakarta sampai ke Yogyakarta misalnya. Ini merupakan tren baru dan akan terus berkembang. Jadi, pariwisata lokal berjalan dengan baik. Namun, masalahnya ada di sektor pariwisata yang menggunakan pesawat terbang, lokal, maupun internasional.
Berdasarkan pengamatan Anda, apakah pelaku bisnis travel cukup adaptif menghadapi tantangan pandemi Covid-19? Apa saja tren-tren terbaru di sektor ini selama tahun 2020?
Saya melihat bahwa tren micro tourism akan tumbuh. Micro tourism sendiri adalah perjalanan yang memakan waktu kurang lebih 5-6 jam menggunakan kendaraan pribadi. Mengapa demikian? Karena ada ketakutan turis lokal untuk menggunakan trasnportasi umum seperti bus, kereta api, dan pesawat.
Oleh karena itu, jika melihat index resesi ekonomi, daerah yang terkena dampak paling besar salah satunya adalah Bali karena industri pariwisata yang sedang tutup. Mengapa begitu? Turis-turis masih takut terbang menggunakan pesawat karena membutuhkan rapid test untuk mengetahui imun dan antibodi kita sehingga bisa mendeteksi kemungkinan adanya orang tanpa gejala (OTG). Hal ini yang membuat mereka takut berpergian. Mudah-mudahan kehadiran vaksin bisa membuat orang menjadi tenang sehingga bisa berpergian kembali.
Untuk masa depan bisnis travel, saya masih berandai-andai jika vaksin Desember sudah datang dan mulai Januari sudah bisa disuntikkan, bulan Mei sudah bisa membaik kembali. Namun, apakah orang yang sudah divaksin mau berpergian atau tidak? Kedua, destinasinya ke mana? Untuk perjalanan domestik kemungkinan dari skala 1-10 menempati urutan ke 8. Namun untuk perjalanan ke luar negeri, masih belum bisa memungkinkan karena beberapa alasan, salah satunya karena masih banyak negara yang belum mau menerima kedatangan warga negara Indonesia.
Apakah Anda termasuk orang yang percaya virtual reality merupakan jawaban dari tantangan pandemi Covid-19? Ataukah Anda meyakini bahwa pengalaman wisata secara offline itu tidak bisa tergantikan?
Di saat berlibur, turis domestik biasanya akan melakukan selfie. VR tidak bisa melakukan itu. Kedua, tidak bisa bersentuhan langsung dengan objek untuk merasakan feel-nya seperti apa. Jadi, VR tour tidak akan cukup berhasil karena turis lokal bisa terobati salah satunya dengan micro tourism karena beberapa faktor seperti kenyamanan dan keamanan, infrastruktur yang baik, akses internet, destinasi alam terbuka, serta waktu perjalanan yang fleksibel.
Bisa diceritakan kisah sukses dan inovasi yang dilakukan TX Travel dalam menghadapi tantangan pandemi ini?
Kisahnya panjang, namun intinya, ada passion dalam diri saya. Sejak sekolah, saya mengambil jurusan pariwisata di SMK St. Theresia Jakarta karena kecintaan saya pada dunia travelling. Tahun 1981, saya mulai bekerja di perusahaan travel untuk mencari pengalaman. Tahun 1991, saya mendirikan perusahaan yang sampai sekarang masih berjalan.
Kemudian tahun 2004, perusahaan ini mulai masuk franchise, dan tahun 2015, saya mulai fokus berbisnis charter pesawat turis dari Indonesia ke Tiongkok. Sampai Januari 2020, terhitung sudah ada 11 pesawat per-minggu yang sudah saya charter. Mengapa saya mulai charter pesawat? Karena online agent tidak menyediakan charter pesawat kepada turis sehingga saya harus melakukan diferensiasi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Patrick Trusto Jati Wibowo
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: