Perilaku generasi muda yang relatif lebih dinamis menjadi salah satu tantangan dalam industri terutama untuk mengambil keputusan. Untuk itu, diperlukan data terkait perilaku generasi muda yang akan diupdate secara periodik sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan.
Demikian terungkap dalam hasil riset terbaru Program Studi Periklanan Politeknik Negeri Media Kreatif (Polimedia Kreatif), yang bertajuk Youth Audience Measurement – Indonesia 2020, yang meriset tentang perilaku generasi muda di era digital. Hasil riset tersebut merupakan bentuk pengabdian masyarakat dan kontribusi terhadap industri yang relevan dengan program studi dan menjadi bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi. Baca Juga: Masih Banyak Kalangan Milenial Belum Melek Keuangan
“Hasil riset ini menjadi bentuk komitmen kami untuk dapat berkontribusi sebagai sivitas akademik bagi industri yang relevan,” ujar Rizky Kertanegara, Koordinator Program Studi Periklanan Politeknik Negeri Media Kreatif, Kamis (3/12/2020).
Lebih lanjut Rizky menjelaskan, kendati aktif dalam mengakses media sosial, generasi muda dengan usia 15 – 25 tahun cenderung membatasi interaksi yang mereka lakukan di media sosial. Menurut hasil survei Youth Audience Measurement yang diadakan oleh Program Studi Periklanan Politeknik Negeri Media Kreatif terhadap 1.080 remaja dengan metode random sampling, lebih dari 96% responden mengakses internet lebih dari 3 jam per hari. Dari responden yang sama, 89% dari mereka mengaku bahwa menggunakan media sosial menjadi salah satu alasan utama mereka mengakses internet.
Dyama Khazim, Dosen Program Studi Periklanan Politeknik Negeri Media Kreatif sekaligus peneliti dalam riset Digital Youth Audience Measurement & Analysis Indonesia 2020, menambahkan, walau banyak disebut sebagai generasi digital native, di mana sejak usia dini mereka sudah kenal dengan internet, ternyata generasi usia 15 – 25 tahun saat ini relatif lebih menjadi generasi silent user. Walau aktif menggunakan media sosial, 50,41% responden mengaku berkomentar kurang dari 5 komentar per hari di media sosial. Bahkan, 38.16% responden juga mengaku tidak pernah berkomentar di media sosial.
Dyama juga menyampaikan bahwa dari data yang didapatkan, hanya 37,88% responden yang mengaku rutin mengupload konten di media sosial, baik itu tweet, status, foto, maupun video di akun media sosial mereka. Sedangkan 34.56% mengaku mengupload konten selama sebulan sekali, dan 27.56% menyampaikan tidak pernah mengupload konten di media sosial.
Terkait konten siapa yang paling sering dikomentari oleh generasi muda usia 15-25 tahun, responden kami memilih inner circle content, atau konten yang diupload oleh orang terdekat mereka. Secara rinci, konten yang diunggah oleh teman atau orang yang dikenal mendapatkan jawaban 59,82%, konten yang diunggah oleh keluarga mendapatkan jawaban 15,85%, konten dari selebritis atau influencer sebesar 14,93%, sedangkan sisanya adalah konten yang diunggah oleh media, komunitas, atau akun anonim.
“Terkait akun anonim, kemungkinan akan mendapatan komentar relatif lebih kecil karena dari data yang kami dapatkan, hanya 3 dari 1000 orang akan berkomentar di setiap konten akun anonim,” tambah Dyama.
Instagram DM Jadi Pilihan Berkirim Pesan Instan, Generasi Muda Lebih Sering Matikan Mic dan Kamera Saat Diskusi Virtual Survey yang fokus terhadap perilaku generasi muda Indonesia dalam berkomunikasi di berbagai platform digital juga menemukan bahwa Whatsapp menjadi platform paling populer yang dipilih oleh generasi muda untuk berkirim pesan instan. Dari hasil survey menunjukkan bahwa whatsapp menjadi pilihan bagi 98,25% responden untuk berkirim pesan instan. Sementara itu, Instagram DM (Direct Message) menjadi pilihan tertinggi kedua dengan 72,81%. Di bawahnya secara berturut-turut terdapat Telegram (46%), Facebook Messanger (45%), dan Line (21%).
Untuk pesan instan, terdapat hal yang unik di sini. Instagram yang biasa kita kenal sebagai media sosial berbagi visual baik foto maupun video juga banyak digunakan oleh generasi muda untuk berkirim pesan instan, sama seperti whatsapp atau telegram. Padahal fungsi utamanya adalah berbagi konten visual.
Selain itu, terkait dengan kebiasaan baru dimana tren penggunaan platform virtual conference baik untuk pekerjaan maupun kelas online, data responden menunjukkan bahwa lebih dari 48% mengaku memilih mematikan microphone dan kamera saat sedang kelas online atau sedang meeting online setiap hari. Sementara itu, 15% responden mengaku menyalakan microphone saja, dan sisanya mengaku menyalakan keduanya. Dari platform video conference, zoom menjadi pilihan terbanyak yang digunakan oleh responden, yaitu mencapai 60,37% disusul oleh Google Meet sebesar 35,85%.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: