Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Gara-Gara Covid-19, Upah Menurun dan Tumbuh Melambat

Gara-Gara Covid-19, Upah Menurun dan Tumbuh Melambat Kredit Foto: Antara/M Agung Rajasa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sebuah laporan terbaru dari Organisasi Perburuhan Dunia (ILO) menemukan bahwa upah mengalami penurunan atau tumbuh lebih lambat pada enam bulan  pertama tahun 2020, akibat pandemi COVID-19, di dua pertiga negara dengan ketersediaan data  resmi. Krisis ini akan menimbulkan penurunan upah yang masif dalam waktu dekat. 

Upah perempuan dan pekerja berpenghasilan rendah secara disproporsional terdampak oleh krisis. Terlebih lagi, kendati rata-rata upah di sepertiga negara yang memberikan datanya meningkat,  ini banyak disebabkan besarnya jumlah pekerja berpenghasilan rendah yang kehilangan  pekerjaan. Dengan demikian, upah rata-rata meningkat karena para pekerja ini tidak lagi  dimasukkan dalam data penerima upah. Baca Juga: Lagi Pandemi Gini, Upah Riil Buruh Tani hingga Asisten Rumah Tangga Malah Merosot

Di negara-negara yang menerapkan langkah tegas untuk mempertahankan pekerjaan, efek krisis sangat terasa pada pengurangan gaji ketimbang kehilangan pekerjaan yang masif. Laporan Upah Global 2020/2021 menunjukkan bahwa tidak semua pekerja terdampak sama oleh  krisis. Dampak kepada perempuan lebih parah dibandingkan laki-laki. Perkiraan berdasarkan  sampel 28 negara Eropa menemukan bahwa tanpa subsidi upah, perempuan kehilangan 8,1  persen gaji mereka di kuartal kedua 2020, dibandingkan dengan 5,4 persen untuk laki-laki. Baca Juga: Jika UU Ciptaker Lanjut, Terus Upah Nggak Naik, Pentolan Buruh Keluarkan Ancaman

Krisis ini juga telah memberi dampak yang parah pada pekerja dengan upah rendah. Pekerjaan dengan keterampilan rendah kehilangan jam kerja lebih banyak daripada pekerjaan manajerial  yang bergaji lebih tinggi. Dengan menggunakan data dari 28 negara Eropa, laporan ini  menunjukkan bahwa, tanpa subsidi sementara, 50 persen pekerja dengan bayaran terendah  kehilangan sekitar 17,3 persen gaji mereka. Tanpa subsidi, rata-rata jumlah gaji yang hilang dari seluruh kelompok pekerja sebesar 6,5  persen. Namun, subsidi gaji mengompensasnsi 40 persen dari jumlah ini. 

“Pertumbuhan yang tidak setara akibat krisis COVID-19 akan mewariskan kemiskinan dan ketidakstabilan sosial dan ekonomi yang akan menghancurkan,” kata Guy Ryder, Direktur  Jenderal ILO. “Strategi pemulihan kita harus berfokus pada manusia. Kita memerlukan kebijakan- kebijakan pengupahan yang memadai yang memperhitungkan keberlanjutan pekerjaan dan  bisnis, dan juga mengatasi ketidaksetaraan dan kebutuhan untuk mempertahankan permintaan.  Jika kita ingin membangun masa depan yang lebih baik, kita harus siap menjawab pertanyaan- pertanyaan seputar mengapa pekerjaan dengan nilai sosial tinggi seperti perawat dan guru  sering dikaitkan dengan pekerjaan berbayaran rendah.”

Laporan ini juga memaparkan analisis mengenai sistem pengupahan minimum yang bisa memainkan peran penting dalam proses pemulihan yang berkelanjutan dan setara. Kebijakan upah minimum saat ini terdapat di sekitar 90 persen Negara Anggota ILO. Namun, bahkan sebelum kejadian pandemi COVID-19, laporan ini menemukan bahwa, secara global, 266 jutaorang – 15 persen dari seluruh penerima upah di dunia – menghasilkan lebih rendah dibandingkan upah minimum per jam karena masalah kepatuhan ataupun secara legal mereka dikecualikan dari skema semacam ini. Perempuan paling banyak terwakili dalam kelompok pekerja dengan upah minimum atau lebih rendah.

“Upah minimum yang memadai dapat melindungi pekerja dari upah rendah dan mengurangi ketidaksetaraan,” ungkap Rosalia Vazquez-Alvarez, salah satu penulis laporan ini. “Namun, untuk memastikan bahwa kebijakan upah minimum efektif diperlukan paket kebijakan yang komprehensif dan inklusif. Ini berarti menciptakan kepatuhan yang lebih baik, memperluas cakupan ke lebih banyak pekerja, dan mengatur upah minimum di tingkat yang memadai danterbarukan yang memungkinkan pekerja membangun kehidupan lebih baik untuk dirinya sendiri dan keluarganya. Di negara berkembang dan menuju maju, tingkat kepatuhan yang lebih baik akan mengharuskan pekerja beralih dari pekerjaan informal ke sektor formal.”

Laporan Upah Global 2020/2021 juga melihat tren upah di 136 negara dalam empat tahun sebelum pandemi. Ditemukan bahwa kenaikan upah global real berfluktuasi antara 1,6 dan 2,2 persen. Upah riil naik paling pesat di Asia Pasifik dan Eropa Timur dan paling lambat di Amerika Utara, dan Eropa bagian utara, selatan dan barat.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Lestari Ningsih

Bagikan Artikel: