Tahun depan rencananya akan dimulai vaksinasi untuk memutus mata rantai penularan virus corona atau COVID-19 bagi masyarakat.
Meski demikian, saat ini publik masih berada dalam situasi ketidakpastian terutama kalangan kurang mampu dan yang berada di pelosok Indonesia untuk mendapatkan vaksin. Bahkan, dinilai adanya upaya baru tim gugus tugas pusat dengan membentuk juru bicara untuk vaksinasi COVID-19 tidak menunjukan dampak efektif ke tengah masyarakat.
"Saya tidak mengerti, mengapa lima jubir pemerintah yang ditunjuk untuk menjelaskan tentang Vaksin ini seperti nggak terdengar di manapun," kata Anggota Komisi 1 DPR RI dari Fraksi NasDem, Muhammad Farhan dalam keterangan persnya, Senin (14/12/2020).
Baca Juga: Paling Ditunggu-Tunggu, Ternyata Ini 3 Manfaat Vaksin Covid-19 Menurut CDC
Menurutnya, lima juru bicara ini belum memberikan keyakinan kepada masyarakat soal vaksin ini dengan transparan soal teknis penerimaannya.
"Narasi komunikasi publik yang dibangun oleh pemerintah tidak jelas. Vaksin ini harus dipersepsikan sebagai apa? Solusi semua permasalah akibat pandemik? Atau salah satu dari sekian banyak solusi," tegasnya.
Akibatnya, publik dihadapkan pada situasi bimbang soal vaksin ini karena kerap bertolak belakang dengan wacana terkait agenda vaksinasi.
"Akibatnya sekarang masyarakat berspekulasi macam - macam soal vaksin COVID-19 ini. Mulai dari risiko dan manfaatnya, sampai ke pertanyaan siapa yang dapat gratis, siapa yang wajib, siapa yang harus bayar," ujarnya.
Farhan mengungkapkan ada petisi masyarakat ke DPR yang meminta vaksin untuk digratiskan sebagai respon dari pernyataan Menkes 25 juta dosis gratis, 75 juta masyarakat dapat dibeli yang ditetapkan secara sepihak.
"Bahkan Menkes juga tidak clear, siapa yang wajib dan siapa yang bisa beli. Jadi, bisa disimpulkan sampai sekarang masalah vaksin ini masih sangat belum jelas untuk masyarakat," katanya.
Farhan menilai, optimisme Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Bio Farma merancang infrastruktur untuk kemapanan distribusi harus didukung.
"Kalau sudah menyiapkan sistem distribusinya, ada rasa optimis. Tetapi tidak menjawab distribusi dari puskesmas ke masyarakat. Apakah akan dilakukan program seperti Pekan Imunisasi Nasional secara serempak?, Atau kah akan diberikan secara selektif sesuai prioritas," ungkapnya.
Dia berharap vaksinasi harus terlaksana dengan adil merata kepada masyarakat dari ujung Sabang sampai Merauke. "Kita semua diberi vaksin dengan prinsip keadilan. Keadilan bisa tercapai jika ada transparansi. Maka diharapkan pemerintah bisa memberikan transparansi program vaksinasi Nasional ini," imbuhnya.
Saat ini, lanjut Farhan, ada komunikasi 'Tak Kenal Maka Tak Kebal'. Layak diapresiasi sebagai usaha untuk membuat masyarakat mengerti apa itu vaksin COVID-19, Sayangnya tidak terlihat usaha lain.
"Saya khawatir terjadi tumpang tindih dan tarik menarik kewenangan soal komunikasi publik. Sehingga lima jubir vaksin COVID-19 suaranya nyaris tak terdengar. Tampaknya ada kegagalan koordinasi diantara lembaga negara dengan BUMN yang menangani COVID-19. Tercermin dari optimisme yang tiba - tiba membludak karena kedatangan 1.2 juta dosis vaksin Sinovac. Padahal BPOM tegas tidak akan keluarkan ijin pemakaian darurat dalam waktu dekat," jelasnya
"Jumlah kasus COVID-19 saat ini masih tinggi. Untuk itu, cara yang paling efektif dilakukan untuk mencegah penularan yaitu dengan mematuhi protokol kesehatan dan selalu melakukan 3M: Memakai Masker, Menjaga Jarak dan jauhi kerumunan serta Mencuci Tangan Pakai Sabun," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Vicky Fadil