Keempat, Komisi Uni Eropa juga menerapkan Non-Tariff Measures (NTM) untuk produk minyak sawit. Atas pengajuan dari European Biodiesel Board (EBB), Uni Eropa beberapa kali berupaya mengenakan NTM untuk produk biodiesel sawit Indonesia.
Seperti yang terjadi pada November 2013, Uni Eropa mengenakan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) sebesar 8,8–20,5 persen terhadap lima eksportir Indonesia. Namun, Indonesia mengajukan gugatan terhadap kebijakan tersebut kepada BMAD dan gugatan tersebut dimenangkan oleh Indonesia.
Komisi Uni Eropa kembali melakukan investigasi antisubsidi terhadap biodiesel Indonesia sejak Desember 2018. Hasil subsidi tersebut memutuskan tujuh eksportir Indonesia dikenakan Countervailing Duties (CVD) sebesar 8–18,8 persen terhitung Januari 2020–2025.
Baca Juga: CPO Jadi Penyelamat Ekspor November 2020
Kelima, dalam lingkup bisnis/industri, maraknya label Palm Oil Free (POF) dalam consumer goods yang diperdagangkan di kawasan Uni Eropa merupakan salah satu bentuk diskriminasi yang dilakukan negara tersebut.
Meskipun tidak didukung oleh kajian ilmiah, namun labelisasi tersebut semakin gencar dilakukan oleh industri atau pengusaha yang menyasar konsumen Uni Eropa yang telah memiliki persepsi negatif terhadap minyak sawit seperti minyak yang tidak sehat, tidak ramah lingkungan, driver deforestasi, serta tidak menghormati HAM.
Terkait kebijakan RED II ILUC, DR, dan French Fuel Tax, Pemerintah Indonesia tengah berjuang melawan Komisi Uni Eropa di WTO dengan melayangkan gugatan terhadap kebijakan-kebijakan tersebut. Dalam laporan PASPI Monitor dituliskan, untuk meng-counter isu negatif lainnya dari Uni Eropa, dibutuhkan strategi komprehensif dalam menangani hal tersebut dengan melibatkan seluruh pihak Indonesia, baik pemerintah, pelaku usaha, media dan NGO, dengan memanfaatkan berbagai forum internasional.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: