Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Dirikan Ponpes di Lahan PTPN VIII, FPI Bisa Didenda Rp4 Miliar hingga Dibui

Dirikan Ponpes di Lahan PTPN VIII, FPI Bisa Didenda Rp4 Miliar hingga Dibui Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Front Pembela Islam (FPI) tidak berhak mendapat ganti rugi jika Pondok Pesantren Markaz Syariah, Megamendung, Bogor diambil kembali oleh PTPN VIII. Bahkan, FPI dan pihak yang bertanggung jawab pada penguasaan lahan milik PTPN VIII bisa dipenjara hingga 4 tahun dan denda mencapai Rp4 miliar.

Ketua Dewan Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin mengatakan, dugaan penyerobotan lahan PTPN VIII oleh FPI adalah kasus lama. Kasus itu dilaporkan ke Polda Jawa Barat beberapa tahun lalu.

Baca Juga: Mantap! Tegas ke Rizieq Shihab-FPI, Jokowi Makin Dicintai

"Kemudian kasus ini menghilang dan sekarang mencuat lagi," ujarnya, Selasa (5/1/2021).

Menurut dia, berdasarkan pernyataan Habib Rizieq Shihab dan sejumlah pihak di FPI menyebutkan bahwa FPI mengakui lahan yang dikuasainya milik PTPN. "Lahan itu digarap oleh orang per orang lalu dibeli FPI atau MRS," katanya.

Akad itu tidak dapat dibenarkan menurut hukum Indonesia. Sebab, pemegang hak atas tanah adalah PTPN VIII. Dengan demikian, akad terkait lahan harus dilakukan oleh PTPN VIII.

Alasan FPI bahwa akadnya hanya pengalihan penggarapan juga tidak bisa diterima. Sebab, fakta di lapangan menunjukkan FPI tidak hanya menanami lahan dengan aneka tumbuhan. FPI membuat aneka bangunan, padahal jelas sertifikat diberikan karena lahannya dipakai untuk usaha perkebunan, pertanian, peternakan, tambak perikanan. Sementara untuk bangunan, sertifikat harus dalam bentuk Hak Guna Bangunan (HGB).

Iwan menyarankan PTPN VIII segera menunjukkan batas-batas lahan yang dikuasakan kepada perusahaan itu. Badan Pertanahan Nasional (BPN) juga dapat membantu menjelaskan hal itu. Jika benar ada HGU, pihak yang melanggar bisa dikenai sanksi sebagaimana diatur Perppu Nomor 51 Tahun 1960.

Dalam Perppu itu jelas diatur denda Rp4 miliar dan penjara 4 tahun kepada siapapun yang mengerjakan, menggunakan, menduduki, dan/atau menguasai lahan perkebunan; mengerjakan, menggunakan, menduduki, dan/atau menguasai tanah masyarakat atau tanah hak ulayat masyarakat hukum adat dengan maksud untuk usaha perkebunan; melakukan penebangan tanaman dalam kawasan perkebunan; atau memanen dan/atau memungut hasil perkebunan.

Selanjutnya, KUH Pidana Pasal 385 ayat (1) KUHP, jika seseorang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak (secara tidak sah) menjual, menukar, atau menjadikan tanggungan utang hak orang lain untuk memakai tanah negara, maka dapat dihukum penjara selama 4 tahun penjara.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: