Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Menelisik Perbedaan Vaksin Sinovac dan Sinopharm China, Apa Kabar Merek Lain?

Menelisik Perbedaan Vaksin Sinovac dan Sinopharm China, Apa Kabar Merek Lain? Kredit Foto: Antara/Abriawan Abhe

September lalu, Yin dari Sinovac mengatakan uji dilakukan pada lebih dari 1.000 relawan "hanya sebagian menunjukkan kelelahan atau tak nyaman sebagai efek samping...tak lebih dari 5%".

Prof Luo mengatakan menjelang hasil uji ketiga bahwa pada tahap itu sulit untuk berkomentar soal efikasi vaksin karena "masih terbatas informasi yang tersedia".

"Berdasarkan data awal ... CoronaVac tampaknya vaksin yang efektif, namun kami perlu menunggu hasil uji tahap ketiga," katanya.

_116140019_07eef6c1-3325-4af8-9939-bb7089c9d5df.jpg

"Uji coba secara random itu ... dengan ribuan peserta. Inilah satu-satunya cara untuk membuktikan vaksin aman dan efektif adalah digunakan pada penduduk," tambahnya.

Bagaimana dengan vaksin Sinopharm?

Sinopharm, perusahaan negara China, mengembangkan dua vaksin COVID-19, dan seperti halnya Sinovac, juga merupakan vaksin nonaktif yang bekerja dengan cara serupa.

Sinopharm mengumumkan 30 Desember lalu, fase ketiga vaksin menunjukkan vaksin itu 79% efektif, lebih rendah dari Pfizer dan Moderna.

Namun, Uni Emirat Arab, yang menyepakati vaksin Sinopharm bulan lalu, mengatakan vaksin itu 86% efektif, menurut hasil awal dari fase ketiga.

Serang juru bicara perusahaan menyanggah menerangkan lebih lanjut, menurut laporan kantor berita Reuters.

Namun walaupun sudah dalam uji tahap ketiga, vaksin itu telah didistribusikan ke hampir satu juta orang di China dalam program darurat.

Profesor Dale Fisher, dari National University of Singapore, mengatakan program vaksin yang dipercepat merupakan cara tak biasa, tanpa melewati fase ketiga.

"Yang normal adalah menunggu analisis fase ketiga sebelum program vaksin disetujui," katanya kepada CNBC.

Awal Desember lalu, Peru menghentikan uji coba vaksin Sinopharm karena "efek samping buruk" terhadap seorang relawan. Namun Peru kemudian mengatakan penundaan itu dicabut.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: