Terkait hal tersebut, Indonesia pertama kali mengajukan gugatan ke WTO dengan alasan bahwa pembatasan biofuel berbasis minyak sawit tidak adil dan meminta konsultasi dengan blok perdagangan tersebut pada Desember 2019.
Proses konsultasi dilakukan Indonesia dan Uni Eropa pada 19 Februari 2020 di kantor pusat WTO di Jenewa, Swiss. Saat itu Indonesia mengajukan 108 pertanyaan terkait dengan penerapan kebijakan RED II. Kedua negara kemudian dapat berunding untuk menemukan jalan tengah selama 60 hari sejak konsultasi dilakukan. Apabila sesuai jadwal, tenggat terakhir untuk berunding yakni 19 April 2020. Namun, terdapat penundaan karena situasi pandemi Covid-19.
Lebih lanjut Piket juga mengatakan, di luar proses sengketa di WTO, Uni Eropa telah membentuk kelompok kerja dengan negara-negara produsen termasuk Indonesia, untuk merundingkan isu-isu seputar keberlanjutan industri kelapa sawit yang menjadi ganjalan perdagangan produk ini selama beberapa waktu ke belakang.
"Ada kelompok kerja yang mendiskusikan hal ini. Sebelum akhir bulan ini, dari pihak Uni Eropa mengharapkan supaya semua kebingungan yang ada bisa terselesaikan sehubungan dengan kelapa sawit," katanya.
Sementara terkait sengketa di WTO, pihaknya akan mengikuti prosedur serta perkembangan yang dijalankan oleh badan internasional tersebut. Selain Indonesia, Malaysia juga diketahui berencana mengajukan gugatan terhadap Uni Eropa ke WTO pada bulan Januari 2021 ini. "Kami berharap paling lambat akhir bulan ini semua masalah dapat terselesaikan,” tuturnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Alfi Dinilhaq