Relawan Projo Karya menilai Sekretariat Negara melakukan offside dalam hal seleksi calon direksi BPJS Ketenagakerjaan. Sekretariat Negara disebut melampaui kewenangannya lantaran ikut menyaring sejumlah nama yang menjadi calon direksi dan dewan pengawas BPJS Ketenagakerjaan.
“Sejumlah nama yang dikirim Pansel BPJS Ketenagakerjaan terlebih dulu diterima Setneg sebelum disampaikan kepada presiden. Pansel pun tidak boleh mengirimkan nama calon direksi yang melebihi ketentuan Perpres Nomor 81 tahun 2015,” kata Ketua Umum Relawan Projo Karya Budianto Tarigan, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (27/1/2021). Baca Juga: Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Diperiksa Kejagung
Budianto mengatakan, sesuai dengan ketentuan, jumlah calon direksi yang seharusnya dikirimkan pansel ke Setneg sebanyak 14 orang. Jika melebihi dari jumlah tersebut, maka Pansel dinilai menyalahi prosedur sebagaimana yang tertuang dalam aturan sehingga hasil seleksi dianggap tidak sah.
Lalu, kata Budianto, yang berhak mengumumkan hasil akhir seleksi adalah ketua Pansel BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 98/P tahun 2020. Akan tetapi, mengapa Setneg yang mengumumkan hasil seleksi akhir tanpa didampingi ketua Pansel BPJS Ketenagakerjaan?
“Dalam hal ini Setneg melakukan offside karena melampaui tugas dan kewenangan Pansel,” kata mantan Wakil Ketua Umum Projo periode 2014-2019 itu.
Budianto juga mengajak publik untuk mencermati 14 profil calon direksi BPJS Ketenagakerjaan yang dinyatakan lolos agar para pekerja tidak lagi “kecolongan” seperti nasib direksi saat ini yang berurusan dengan Kejaksaan Agung di akhir masa jabatannya. Ini menjadi penting lantaran calon direksi akan mengelola ratusan triliun rupiah dana pekerja sehingga integritas dan kejujuran merupakan hal yang mutlak.
Seperti diketahui Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto saat ini berlatar belakang seorang bankir dan umumnya para direksi juga berasal dari luar BPJS Ketenagakerjaan. Dari 7 direksi, hanya 1 yang berasal dari BPJS Ketenagakerjaan.
Karena itu, kata Budianto, masyarakat khususnya pekerja harus aktif memberi masukan kepada presiden agar direksi BPJS Ketenagakerjaan yang terpilih kelak benar-benar berintegritas. Soal ini, Budianto menyoroti integritas salah satu calon direksi dari 14 nama yang sudah diserahkan kepada presiden yakni Anggoro Eko Cahyo.
“Sosok ini pernah jadi wakil Dirut Bank BNI ini. Juga pernah gagal mengikuti uji kelayakan dan kepatutan menjadi anggota komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Integritasnya patut dipertanyakan. Jangan-jangan Setneg berpolitik dan punya kepentingan dalam proses ini. Khawatirnya ini akan menjatuhkan kredibilitas dan nama baik Pak Jokowi jika direksi yang terpilih kelak bermasalah,” kata Budianto.
Sebelumnya masa jabatan direksi dan dewan pengawas BPJS Ketenagakerjaan akan berakhir pada Februari 2021. Untuk ini, Jokowi mengeluarkan Keppres pembentukan Pansel BPJS Ketenagakerjaan sejak September 2020. Dari hasil seleksi itu, Pansel BPJS Ketenagakerjaan telah menyerahkan sejumlah nama kepada Setneg untuk disampaikan kepada presiden.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil