Kemudian pada dekade 1980-an, lanjut dia, operasi bergeser ke Bula Tenggara yang ditemukan pada 1983. Selanjutnya ditemukan Bula Air pada 1990-an yang dioperasikan Santos (Seram) Ltd. Di kemudian hari, lapangan kerja ini dinamai Bula PSC. Sedangkan, Kalrez Petroleum (Seram) Ltd memulai pekerjaan pada 2001.
"Kalrez Petroleum ini merupakan anak perusahaan dari South Sea Petroleum Holdings Ltd yang berpusat di Hongkong. Masa kontrak Kalrez berakhir pada Oktober 2019," ungkapnya.
"Yang cukup menarik, sebelum masa kontrak Kalrez berakhir, muncul PT Hana Mandiri yang membeli Kalrez senilai US$600.000 (Rp9 miliar, kurs Rp15.000 per dolar). Saya justru tidak tahu apakah harga ini termasuk sangat murah, layak atau justru kemahalan," tambah dia.
Masih, menurut Engelina, dalam setiap kontrak, biasanya ada klausul di mana, setelah berakhirnya masa kontrak, maka semua peralatan atau perlengkapan diserahkan kepada pemberi konsesi (negara).
"Jika klausul ini ada, maka akan menyisakan pertanyaan besar. Untuk itu, kita harapkan ada pihak berkompeten mempublikasikan kontrak itu agar publik juga tahu," katanya.
"Sebab, pada Mei 2018 ada hal yang lebih mengejutkan lagi, di mana Hana Mandiri memperoleh hak perpanjangan Blok Seram Bula PSC untuk masa 20 tahun dengan sistem Gross Split PSC. Dengan situasi ini, menjadi sangat penting dan mendesak untuk mengecek perjanjian awal kontrak Blok Bula ini seperti apa," tambah Engelina.
Selain itu, lanjut dia, pada 1999 Kontrak PSC Non Bula ditandatangani dengan Kufpec Ltd. yang bertindak sebagai operator. Tapi, pada 2006 Citic Seram Energy Ltd. mengambil alih 51 persen interest dari Kufpec (Indonesia) Ltd, dan bertindak sebagai operator di Blok Seram Non-Bula.
"Jadi hingga berakhirnya kontrak pada 2019, Blok Bula PSC dikelola Hana Mandiri setelah membeli dari Kalrez Petroleum (Seram) Ltd. Sedangkan Blok Seram Non Bula dikelola konsorsium Citic Seram Energy Limited yang terdiri dari Citic Resources, Kufpec, Gulf Petroleum, dan Lion Energy. Blok inipun sudah diperpanjang tanpa memastikan seperti apa hak orang Seram dan Maluku," paparnya.
"Saya mengecek lampiran Peraturan Presiden tentang Dana Bagi Hasil Migas pada 2018, nihil untuk Maluku, meski pada Peraturan Menteri Keuangan 2018 ada Rp1 atau Rp2 miliar yang disisihkan untuk seluruh Maluku," beber mantan anggota DPR RI ini.
Ironisnya, lanjut dia, sejarah panjang perjalanan lapangan minyak Bula yang dieksploitasi sedemikian rupa sehingga tidak menyisakan nilai tambah bagi masyarakat lokal ini, tapi pemasukan untuk Seram Timur misalnya pada 2018 hanya Rp200 juta lebih dari DBH. "Ini sangat tidak adil khususnya bagi masyarakat sekitar dan rakyat Maluku pada umumnya," pungkas Engelina.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: