Bongkar Isu Kudeta, Pengamat Puji AHY: Pertahankan Kekuasaan Adalah Seni Berkuasa
Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) boleh jadi politikus "ingusan" di mata lawan-lawannya. Namun, langkah Ketua Umum Partai Demokrat itu membeberkan upaya kudeta terhadap dirinya, secara politik dinilai tepat. Sebab, langkahnya mencegah menggemanya kongres luar biasa yang sangat potensial berujung pada dualisme kepengurusan partai.
Dan, seperti yang sudah-sudah, justru dalam sengketa kepengurusan inilah penguasa memperoleh porsi sekaligus legitimasi untuk ikut "bermain". Tentu, AHY tidak mau itu terjadi.
Baca Juga: Anak Buah AHY Tuding Moeldoko Mau Kudeta, Eh Pak Moeldoko Bawa-Bawa Nama...
"Kalau tidak diatasi dengan cepat, bukan tidak mungkin nasib Demokrat bisa tragis, bisa bernasib sama seperti partai lain yang dikudeta, diambil paksa melalui dualisme kepengurusan dan melalui legitimasi pengesahan SK kemenkumham," ujar Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, kepada SINDOnews, Rabu (3/2/2021).
Menurut Pangi, politik belah bambu juga hal yang sama pernah menyasar internal partai Golkar, di mana muncul dualisme kepengurusan via munas Ancol dan Munas Bali. Kasus ini juga terjadi pada PPP yang memiliki dualisme kepengurusan hasil Munaslub Jakarta dan Surabaya.
"Kemudian baru-baru ini peristiwa tragis yang dialamai Partai Berkarya, dualisme kepengurusan Tommy Soeharto melalui kudeta yang dilakukan Muchdi Purwoprandjono, lalu SK Kemenkumham mengesahkan kepengurusan Muchdi," beber dia.
Pangi menilai, polanya sebenarnya sama memanfaatkan eks kader yang kecewa dan dipecat, mengambil dan memanfaatkan momentum benturan faksi yang kian mengeras, kemudian dilaksanakan Munaslub, dan puncaknya Kemenkumham yang mengesahkan kepengurusan yang sah (SK) sesuai selera chemistry kekuasaan, cenderung partai oposisi menjadi target dan korban operasi khusus tersebut.
Namun, pihaknya mencermati bahwa Partai Demokrat selamat dan lolos dari operasi khusus mengambil paksa atau kudeta terhadap partai tersebut, yang tidak sesuai dengan selera kekuasaan.
"Kita tahu bahwa Partai Demokrat yang selama ini cukup kritis terhadap kebijakan kekuasaan. Paling tidak, Partai Demokrat cukup mahir dan piawai mengendus dan mampu dengan cepat mengantisipasi upaya politik belah bambu menyasar partai tersebut, berhasil menggagalkannya, akibat operasi tersebut mengalami patahan di tengah jalan," katanya.
Pangi menganggap, seandainya berhasil politik belah bambu via kudeta terhadap Partai Demokrat kemarin, bahasa sederhananya, apakah masih ada partai yang mau mengambil jalan sebagai partai oposisi? Karena jika tidak sesuai dengan chemistry kekuasaan ujungnya bisa tragis, mungkin itu juga mengapa ketua umum partai lainnya cari selamat dan cari aman sehingga pilihannya bergabung ke gerbong koalisi pemerintah.
Lebih jauh Pangi menilai, cara politik yang demikian ini bisa menjadi candu permainan bagi yang punya kuasa dan yang punya logistik. Paling tidak, ini bisa saja menjadi pembelajaran bagi yang melakukannya, ternyata candu kekuasaan dengan cara mengambil alih pimpinan elite sentral partai dengan cara-cara inkonstitusional atau cara paksa bisa dihentikan agar tidak menjadi candu kekuasaan.
"Wajar saya pikir Partai Demokrat membela diri, mempertahankan kekuasaan itu adalah seni berkuasa," ujarnya.
Di sisi lain, kudeta atau mengambil paksa partai melalui Munaslub melalui pengesahan kepengurusan SK Kemenkumham tentu lebih murah atau dengn kata lain paket hemat sebagai jalan pintas menjadi ketua umum partai, ketimbang berpikir mendirikan partai yang membutuhkan usaha, biaya, dan pengorbanan yang tak sedikit.
"Maka, ada pikiran liar mengambil alih ketum partai dengan cara paksa melalui munaslub sangat menjanjikan ketimbang mendirikan partai baru dari fenomena dan bentangan emperisme selama ini," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum