Bersamaan dengan itu, dikukuhkan juga kepengurusan Gerindra hasil Kongres Luar Biasa pada 8 Agustus 2020. Dalam kongres itu, Prabowo Subianto kembali ditetapkan sebagai Ketua Umum dan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, dengan kewenangan tunggal, menyusun kepengurusan Dewan Pembina, Dewan Penasihat, Dewan Pakar, dan Dewan Pimpinan Pusat.
Pengamat politik dari Universitas Parahyangan Bandung, Prof Asep Warlan Yusuf menyebut, masuknya Gus Irfan dalam kepengurusan pusat Partai Gerindra ini menambah peran Nahdliyin dalam partai politik. “NU itu organisasi Islam terbesar di Indonesia, wajar menjadi rebutan,” ujarnya.
Menurut Asep, partai politik harus pintar-pintar mengambil simpati NU. Utamanya, partai dengan ceruk suara Islam seperti Partai Persatuan Pembangun (PPP) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Nah, peristiwa ini bisa saja diikuti partai lain seperti Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
“Bisa jadi karena NU ini nggak enakan mau ke partai mana, menjaga jarak. Akhirnya ya sudah ke Gerindra. Bisa saja ke partai lain. PKS misalnya,” pungkasnya.
Sementara Gus Irfan menyampaikan bakal menerapkan nilai-nilai politik kebangsaaan yang diajarkan dan dipraktikkan para pendiri NU terdahulu. Di antaranya menggelorakan sikap toleransi.
“Para pendahulu NU itu dulu kalau berpolitik, beda. Itu tidak harus bermusuhan di luar politik. Politik beda, tapi di luar politik tetap saja bersaudara,” ujarnya.
Gus Irfan mengaku bersedia menjadi pengurus salah satunya adalah karena sosok Prabowo Subianto yang sudah dikenalnya sejak masih aktif di militer. Pun, di Pilpres 2019, dia masuk di gerbong
tim pemenangan Prabowo-Sandi. “Kita tahu lah track record-nya beliau (Prabowo). Jadi, begitu beliau minta menjadi pengurus, ya nyambung lah,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti