Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Peluru Tajam Militer Myanmar Hujam Kepala Demonstran, Markas NLD Juga Diubrak-abrik

Peluru Tajam Militer Myanmar Hujam Kepala Demonstran, Markas NLD Juga Diubrak-abrik Wanita yang mengenakan gaun dan gaun pengantin turun ke jalan 10 Februari untuk menuntut pembebasan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi di Yangon. | Kredit Foto: Reuters
Warta Ekonomi, Yangon -

Seorang perempuan yang ikut unjuk rasa menolak kudeta militer di Myanmar dilaporkan dalam kondisi kritis dan dinyatakan mengalami "kematian otak". Ia diduga tertembak peluru tajam oleh aparat keamanan.

Dia terluka pada protes pada hari Selasa (9/2/2021) di ibu kota Nay Pyi Taw, saat polisi berusaha membubarkan pengunjuk rasa menggunakan meriam air, peluru karet dan peluru tajam.

Baca Juga: Kian Represif pada Rakyat, Militer Tembak 2 Pengunjuk Rasa Myanmar

Kelompok hak asasi manusia mengatakan luka-luka yang dialami perempuan itu konsisten dengan luka akibat peluru tajam.

Sejumlah laporan menyebutkan ada pengunjuk rasa yang mengalami luka parah karena polisi meningkatkan kekuatan, tetapi sejauh ini belum ada korban jiwa.

Tembakan peringatan dilaporkan ditembakkan ke udara sebelum peluru karet ditembakkan ke kerumunan, Namun dokter mengatakan tampaknya amunisi langsung (peluru tajam) mengenai pengunjuk rasa.

Menurut BBC Myanmar, yang berbicara dengan petugas medis yang tidak disebutkan namanya dari rumah sakit Nay Pyi Taw, seorang perempuan menderita cedera kepala yang serius dan seorang demonstran lainnya mengalami cedera dada. Wanita itu sekarang dalam perawatan intensif.

Kelompok hak asasi manusia dan outlet berita lokal mengatakan perempuan itu ditembak di kepala saat melakukan protes.

Menurut laporan Human Rights Watch, seorang dokter dari rumah sakit mengatakan perempuan itu memiliki "proyektil yang bersarang di kepalanya dan telah kehilangan fungsi otak yang signifikan".

Dokter itu mengatakan luka perempuan konsisten dengan peluru tajam, dan peluru logam telah menembus bagian belakang telinga kanannya. Seorang pria yang terluka pada protes yang sama juga tampaknya memiliki luka serupa.

Laporan terpisah oleh Fortify Rights mengutip seorang dokter yang mengatakan perempuan itu mengalami mati otak karena "luka tembak yang fatal di kepala".

Sebelumnya, sebuah rekaman beredar di media sosial (medsos) menunjukkan seorang perempuan sedang ditembak. Rekaman itu menunjukkan seorang perempuan yang mengenakan helm sepeda motor itu tiba-tiba roboh. Secara terpisah, gambar di medsos menunjukkan apa yang tampak seperti helm berlumuran darah. BBC belum memverifikasi ini.

Diketahui, puluhan ribu orang melakukan protes di jalan-jalan menentang kudeta -menggulingkan pemerintah Aung San Suu Kyi yang terpilih secara demokratis minggu lalu- meskipun ada larangan baru-baru ini dilakukannya pertemuan besar dan diberlakukannya jam malam.

Demonstrasi dimulai kembali pada Rabu pagi (10/2/2021), untuk hari kelima berturut-turut, dengan sekelompok besar pegawai negeri berkumpul di Nay Pyi Taw untuk berdemonstrasi.

Protes sebelumnya terhadap pemerintahan militer selama puluhan tahun di negara itu, pada 1988 dan 2007, menyebabkan para demonstran tewas.

Militer Myanmar 'serbu dan hancurkan' markas NLD

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menyuarakan "keprihatinan yang kuat" atas kekerasan hari Selasa.

"Penggunaan kekuatan yang tidak proporsional terhadap para demonstran tidak dapat diterima," kata Ola Almgren, koordinator penduduk dan koordinator kemanusiaan PBB di Myanmar.

Pada Selasa malam, militer Myanmar juga "menyerbu dan menghancurkan" markas NLD, kata partai itu.

BBC Myanmar melaporkan pasukan keamanan mendobrak pintu secara paksa Selasa malam. Tidak ada anggota partai yang hadir di gedung itu.

Penggerebekan itu terjadi selama jam malam nasional, yang berlangsung dari pukul 20:00 hingga 04:00 waktu setempat.

Larangan orang berkumpul dan jam malam diterapkan di sejumlah kota dan pemimpin militer Min Aung Hlaing memperingatkan tak ada yang berada di atas hukum.

Ia tidak mengeluarkan ancaman langsung kepada demonstran, tetapi TV negara memperingatkan bahwa "langkah akan diambil" terhadap mereka yang melanggar hukum, menyusul pidato Hlaing.

Militer melarang pertemuan lebih dari lima orang di kota Yangon dan Mandalay dan menerapkan aturan jam malam.

Aturan diterapkan setelah tiga hari berturut-turut protes massal.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: