Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tesla Lirik Negeri Bollywood, Tenang! Banyak Investor Masih Antre Pinang RI

Tesla Lirik Negeri Bollywood, Tenang! Banyak Investor Masih Antre Pinang RI Kredit Foto: Instagram/Luhut Binsar Pandjaitan
Warta Ekonomi -

Publik tidak perlu kecewa berlebihan atas beredarnya kabar Tesla Inc, lebih memilih membuka pabrik mobil listrik (Electric Vehicle/EV) di India, daripada di Tanah Air. Sebab, masih banyak investor raksasa lainnya yang menyatakan minatnya meminang Indonesia.

Kabar Tesla lebih memi­lih menanamkan modalnya di India, daripada di Indonesia, cukup menyedot perhatian pub­lik. Hal itu terjadi tak lepas dari gembar-gembor yang disam­paikan pemerintah bahwa pe­rusahaan asal Amerika Serikat (AS) akan mengembangkan EV di Indonesia.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan me­nepis Tesla sudah berpaling. Menurutnya, proses negosiasi masih berlanjut.

Baca Juga: Ketika Chairul Tanjung Ngomong 'Kok Luhut Lagi...Luhut Lagi, Kok China Lagi...China Lagi'

Luhut berdalih, tidak bisa membeberkan proses negosiasi. Sebab, adanya perjanji di mana isu negosiasi tidak boleh diung­kapkan kepada publik (Non-Dis­closure Agreement/ NDA). Dite­gaskannya, selama ini pihaknya tidak pernah mengatakan bahwa Tesla akan berinvestasi di pabrik mobil listrik di Tanah Air.

“Yang pasti, kami tidak pernah membahas soal (membangun) pabrik mobil listrik di Indone­sia),” kata Luhut, saat diwawan­carai Founder and Chairman CT Corp, Chairul Tanjung, di CNBC Indonesia Economic Outlook 2021, Kamis (25/2).

Luhut mengungkapkan, selain soal mobil listrik, pemerintah membahas soal Starlink, launch­ing pad, hypersonic, baterai lithium, dan stabilizer energy bersama perusahaan besutan Elon Musk itu.

Pengamat dari Energy Watch, Mamit Setiawan menilai, jika be­nar Tesla memilih Negeri Bolly­wood, julukan India, untuk mem­bangun pabrik mobil listriknya, pasti karena tergiur faktor kemu­dahan. Antara lain, India memiliki aturan pajak yang memudahkan investor. Selain itu, upah pekerja di India tergolong lebih murah dibanding Indonesia.

 

Dia mengakui, Indonesia bu­kan yang terbaik dalam hal peringkat kemudahan bisnis untuk investor asing.

“Tapi sedikit demi sedikit hal itu mulai diperbaiki. Karena sekarang ada Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker). Yang setidaknya memberikan kepas­tian hukum bagi investor yang ingin berinvestasi di Indonesia,” ucap Mamit kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Mamit meyakini, kemungkinan Tesla tertarik berinvestasi di Indonesia masih sangat ter­buka lebar. Karena jika merujuk pernyataan Menteri Luhut, kerja sama dengan Indonesia dengan Tesla lebih kepada penyediaan bahan baku baterainya.

 

“Pemerintah juga bilang masih bernegosiasi dengan Tesla. Na­mun menurut saya, Tesla bukan satu-satunya investor potensial yang berinvestasi di Indonesia. Karena, sudah ada juga beberapa investor asing yang berminat,” kata Mamit.

Intinya, kata Mamit, dengan siapa pun nanti investor asing yang bekerja sama dengan In­donesia, harus menguntungkan kedua belah pihak, baik itu dari sisi Sumber Daya Alam (SDA), pasar, maupun Sumber Daya Manusia (SDM).

Baca Juga: Opung Luhut Pantang Menyerah, Nego Tesla untuk 6 Sektor Ini

“Apalagi Indonesia saat ini menjadi target utama pengem­bangan EV bagi negara-negara luar, masih seksi. Jadi nanti bisa siapa saja yang investasi di sini as soon as possible,” tuturnya.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir juga menepis kabar Tesla ingin membangun pabrik di Indonesia. Menurutnya, Tesla tertarik berinvestasi di bidang Energy Stor­age System (ESS), bukan mem­bangun pabrik mobil seperti yang sering diberitakan selama ini.

“Kami terus mengadakan pembicaraan dengan beberapa perusahaan besar lainnya dari Jepang, Amerika termasuk yang sering dibicarakan di publik yaitu Tesla,” ujar Erick dalam gelaran virtual The Indonesia 2021 Summit, The Future is Now, Leading in The Era of Disruptions, Selasa (23/2).

Dengan alasan tersebut, pa­parnya, Kementerian BUMN akhirnya membentuk konsor­sium besar yang terdiri atas PT Pertamina, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Indonesia Aluminium (Persero) atau hold­ing BUMN Tambang, serta PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM).

BUMN-BUMN tersebut akan mengurusi aktivitas pengem­bangan baterai EV dari hulu hingga ke hilir, dari penambangan hingga berbentuk baterai dan distribusinya di dalam dan luar negeri.

Erick menargetkan melalui kerja sama dengan berbagai perusahaan multinasional yang saat ini sudah ada komitmen, yakni China Contemporary Am­perex Technology (CATL) asal China dan LG Chem asal Korea Selatan. Indonesia dapat mem­produksi baterai EV pada 2023.

Untuk diketahui, Indonesia memiliki cadangan nikel terbe­sar di dunia. Di mana nikel ada­lah salah satu bahan baku penting dalam baterai mobil listrik. Inilah yang membuat Indonesia menjadi negara tujuan investor asing yang ingin mengembang­kan industri baterai.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: