Alamak, Belasan Wanita Prancis Eks ISIS di Suriah Lakukan Aksi Mogok Makan
Sebuah kelompok perempuan Prancis yang di masa lalu bergabung dengan kelompok militan ISIS dan kini ditahan di Suriah, meneruskan aksi mogok makan mereka. Pemerintah Prancis menolak permintaan mereka untuk direpatriasi ke Prancis bersama anak-anak mereka.
Setidaknya 12 perempuan Prancis yang bergabung dengan ISIS di Suriah telah melancarkan aksi mogok makan minggu lalu untuk memprotes apa yang mereka sebut “penolakan tanpa pertimbangan oleh penguasa Prancis untuk mengatur pemulangan mereka.”
Baca Juga: Pengantin ISIS Gagal Masuk Inggris, Mengaku Kesal hingga Marah
Delapan puluh perempuan dan 200 anak-anak mereka tinggal dalam kondisi memilukan di kamp-kamp atau penjara bawah tanah di Suriah. Mereka mengecam apa yang mereka gambarkan sebagai “penahanan semena-mena yang semakin memburuk dan tanpa kejelasan.” Mereka minta untuk dihadapkan ke peradilan di Prancis untuk kejahatan yang dituduhkan pada diri mereka.
Marie Dose, pengacara yang mewakili perempuan-perempuan ini mengatakan, "Perempuan-perempuan Prancis ini tinggal dalam kondisi yang sangat buruk di dalam kamp-kamp di Al Hol dan Roj, Suriah Utara.
Dia menggambarkan mereka seakan-akan menghadapi jalan buntu, terlebih setelah hakim Prancis sudah menerbitkan surat perintah penangkapan internasional dan sistem peradilan Prancis hendak menuntut mereka. Akibatnya, para perempuan Prancis ini tidak bisa dihadapkan ke peradilan di Suriah atau Kurdistan Utara. Tetapi, penguasa Prancis juga menolak untuk merepatriasi mereka."
Prancis menghadapi tekanan semakin besar untuk mengatasi krisis kemanusiaan ini. Baru-baru ini pelapor khusus PBB urusan HAM menggambarkan kamp-kamp di Suriah ini sebagai “tempat yang tidak manusiawi.”
Sejak Maret 2019 pemerintah Prancis menolak untuk merepatriasi semua warga negara Prancis yang terlibat dalam kejahatan di Irak dan Suriah. Ini dikarenakan ISIS ketika berkuasa terkait dengan pembunuhan ratusan warga Prancis baik di Prancis sendiri maupun di luar negeri.
Menteri Urusan Keadilan Prancis Eric Dupond-Moretti mengatakan, "Prancis tidak bisa melupakan bahwa mereka telah mengkhianati tanah air mereka dan bertempur untuk ISIS. Repatriasi merupakan isu yang sangat rumit dan sebuah misi berbahaya yang mengancam tentara dan agen Prancis kalau mereka berusaha mengungsikan warga Prancis ini keluar dari kamp-kamp itu."
Sebanyak 35 anak-anak telah berhasil dipindahkan Prancis sejauh ini, yang terakhir pada 13 Januari katanya. Ditambahkannya, momennya juga tidak menguntungkan para perempuan dan anak-anak ini karena Prancis sedang menuju sebuah kampanye kepresidenan. Posisi para kandidat seputar isu keamanan dan ketegasan sikap terhadap jihadis bisa menentukan perolehan suara.
Marie Dose mengatakan hanya Emmanuel Macron yang bisa memutuskan repatriasi perempuan dan anak-anak ini, tetapi katanya, Macron menolak karena ini merupakan keputusan berisiko dari sudut pandang politik, menjelang pemilihan presiden pada 2022 di Prancis.
Pada Minggu, UNICEF sudah menyerukan “reintegrasi dan repatriasi secara aman semua anak-anak di kamp Al-Hol dan seluruh Suriah Timur Laut.” Menurut badan PBB itu, sekitar 22 ribu anak-anak asing, terdiri dari 60 kebangsaan, saat ini tinggal di dalam kamp ini dalam kondisi sangat terpuruk.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: