Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Berani Begal Partai Demokrat, Moeldoko Lagi Bunuh Diri Politik

Berani Begal Partai Demokrat, Moeldoko Lagi Bunuh Diri Politik Kredit Foto: Antara/Endi Ahmad
Warta Ekonomi, Jakarta -

Langkah Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko mengambil alih kepemimpin Partai Demokrat dinilai sebagai suatu kebodohan oleh Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago. Menurut Pangi, langkah ini malah memperburuk citra Moeldoko sendiri.

Pangi mempertanyakan pengambilalihan paksa Partai Demokrat lewat kongres luar biasa (KLB) oleh Moeldoko. Menurutnya, Moeldoko mestinya bertindak lebih cerdas jika punya ambisi politik pada Pemilu 2024.

"Jika pengambilalihan secara paksa Partai Demokrat adalah ambisi pribadi Moeldoko yang katanya ingin maju sebagai calon presiden 2024, tindakan ini adalah kebodohan dan bunuh diri," kata Pangi dalam keterangan pers yang diterima Republika.co.id, Senin (8/3).

Baca Juga: Demokrat Memanas, Anak Buah Jokowi Unggah Foto Jadul SBY, Hendropriyono, & Moeldoko

Pangi heran mengapa Moeldoko yang sudah makan asam garam politik, mulai dari era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga dua periode kepemimpinan Presiden Jokowi, tidak paham karakter politik di Indonesia. Ia mengingatkan, citra personal adalah kunci memenangkan hati rakyat.

"Sementara, tindakan yang beliau lakukan hari ini telah menjerumuskan dirinya ke dalam lumpur kotor yang baunya amat busuk," ujar Pangi.

Pangi mengamati upaya merebut Demokrat memang seolah membuka jalan bagi ambisi Moeldoko pada Pilpres 2024. Namun, pada waktu yang bersamaan, Pangi menambahkan, citra negatif juga mencoreng muka Moeldoko sendiri.

"Karena, dia dianggap telah melakukan tindakan yang sangat memalukan, tidak bermoral, tak berakhlak dan tidak etis, mencoreng nama besar jenderal bintang empat dalam sejarah Indonesia," ucap Pangi.

Pakar hukum tata negara Refly Harun menyarankan agar Istana memberi sanksi tegas kepada Moeldoko. Menurutnya, ada opsi pemerintah terlibat dengan menegur hingga memecat Moeldoko karena melampaui tupoksi kerjanya sebagai KSP.

"Ini semua sangat tergantung sikap pemerintah. Apa mau terlibat untuk kebaikan atau terlibat untuk tidak baik. kalau terlibat untuk kebaikan, Moeldoko ditegur disarankan tak ambil kursi Demokrat," kata Refly kepada Republika.co.id, Senin (8/3).

Refly menilai, jika pemerintah mengambil opsi pertama, kisruh Demokrat akan dituntaskan oleh pihak internal partai saja. Ia menyayangkan keterlibatan pihak eksternal, yaitu Moeldoko, dalam pusaran konflik Demokrat.

"Biarkan dinamika internal Demokrat diselesaikan sendiri. Karena, ini ada libatkan eksternal dan itu pejabat publik sehingga penyelesaian Demokrat tergantung mereka (pemerintah) sendiri," ujar Refly.

Refly menyalahkan, pemerintah yang menganggap masalah Demokrat hanya urusan partai. Menurut dia, masalah itu tak bisa disebut urusan internal partai karena melibatkan pihak eksternal, yang bahkan punya posisi strategis di pemerintahan.

Refly meyakini masalah Demokrat akan diselesaikan lebih baik jika tak ada Moeldoko di dalam pusarannya.

"Tidak bisa disebut masalah internal karena ada eksternal. Porsi pemerintah memperingatkan Moeldoko. Moeldoko adalah urusan pemerintahan. Kalau ditegur apalagi diancam sanksi dikeluarkan karena bersikeras jadi ketum Demokrat, masalah akan diselesaikan lebih baik oleh benar-benar internal Demokrat," ucap Refly.

Seperti diketahui, KSP Moeldoko akhirnya ditetapkan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dalam KLB di Deli Serdang, Sumatra Utara, Jumat (5/3). Kubu Ketua Umum Demokrat AHY dan Ketua MTP Demokrat SBY menyatakan KLB itu ilegal karena tak sesuai AD/ART partai.

Keputusan Moeldoko sebagai Ketua Umum Demokrat periode 2021-2026 dibacakan oleh mantan kader Demokrat yang baru saja dipecat, Jhoni Allen. Pengangkatan Moeldoko sontak mengundang reaksi keras kubu Cikeas hingga menggelorakan "perang mencari keadilan".

Pada awal Ferbruari lalu, Moeldoko membantah bahwa dia ingin mengambil alih Partai Demokrat dan menjadi ketua umum. Meski ia mengamini ada pertemuan dengan kader dan mantan kader partai yang dipimpin oleh Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Moeldoko juga menanggapi dorongan sejumlah mantan kader yang mengeklaim sebagai pendiri Partai Demokrat yang menyebut ingin dirinya maju dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Menurut dia, itu merupakan hak mereka dalam menyampaikan pendapat.

"Ya, kalau beliau-beliau menginginkan, hak beliau kan begitu," ujar Moeldoko.

Ia menegaskan, tak memikirkan ihwal Pilpres 2024. Moeldoko mengaku sebagai sosok yang profesional dan tengah fokus dalam pekerjaannya membantu Presiden Joko Widodo.

"Kalau urusan 2024, pernahkah saya berbicara selama ini tentang 2024? Tidak pernah. Kalau yang mengorbitkan di sana (pendiri Demokrat) ya alhamdulillah, kan begitu," ujar Moeldoko.

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, pemerintah tidak bisa ikut campur terkait masalah partai Demokrat. Dia mengatakan, KLB Demokrat merupakan masalah internal partai.

"Bagi pemerintah sekarang ini peristiwa Deli Serdang merupakan masalah internal PD (partai Demokrat). Bukan (minimal belum) menjadi masalah hukum," kata Mahfud MD seperti dikutip akun Twitter pribadinya, Sabtu (6/3).

Dia mengatakan, hingga saat ini pemerintah belum menerima laporan atau permintaan legalitas hukum baru dari Partai Demokrat. Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini melanjutkan, pemerintah saat ini hanya bisa menangani sudut keamanan dan bukan legalitas partai.

Mahfud menjelaskan, kasus KLB partai Demokrat baru akan menjadi masalah hukum jika hasil Deli Serdang itu didaftarkan ke Kemenkum-HAM. Dia mengatakan, saat itu pemerintah akan meneliti keabsahannya berdasar UU dan AD/ART partai.

"Keputusan pemerintah bisa digugat ke pengadilan. Jadi pengadilanlah pemutusnya. Dus, sekarang tidak atau belum ada masalah hukum di PD," kata Mahfud lagi.

Sesuai Undang-undang (UU) nomor 9 tahun 1998, pemerintah tidak bisa melarang atau mendorong kegiatan yang mengatasnamakan kader Partai Demokrat di Deli Serdang. Dia mengatakan, sikap pemerintah saat ini sama dengan sikap pemerintahan Presiden kelima Megawati Soekarnoputri saat Matori Abdul Jalil mengambil PKB dari Gus Dur.

Baca Juga: Perang Jendela Bintang 4 Vs Mayor, Mayor Menerjang Jenderal & Menang, Top Deh!

Dia melanjutkan, saat itu Megawati tidak melarang atau pun mendorong karena secara hukum hal itu masalah internal PKB. Hal serupa juga dilakukan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ketika tidak melakukan pelarangan saat ada PKB versi Parung (Gus Dur) dan versi Ancol (Cak Imin) karena itu merupakan urusan internal partai politik. 

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) pada hari ini menyatakan, akan mempelajari semua dokumen yang diserahkan Ketua Umum partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Dokumen itu berisi legalitas partai yang dia pimpin beserta ketidakabsahan KLB Demokrat versi Deli Serdang.

"Nanti akan kami pelajari," kata Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Kemenkumham, Cahyo R Muzhar usai menerima kunjungan AHY di Jakarta, Senin (8/3).

Dia mengaku telah mendengarkan keluhan serta laporan mantan ketua Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma) partai Demokrat itu kepada Kemenkumham. Dia melanjutkan, pemerintah juga telah menerima dokumen-dokuken yang diserahkan kepada kemenkumham dalam hal ini Ditjen AHU.

"Tentunya berdasarkan peretmuan tadi apa yang disampaikan pak AHY akan kami catat dan kemudian akan kami telaah lebih lanjut terhadap dokumen yang diserahkan ini," katanya.

Sebelumnya, kedatangan AHY ke Kemenkumham guna menyatakan keberatan terkait pelaksanaan KLB paetai Demokrat di Deli Serdang, Sumatera Utara. Menurutnya, KLB tersebut tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum apapun karena diselenggaeakan tidak sesuai prosedur dan persyaratan yang semestinya.

"Kami sebut itu KLB abal-abal karena disini kami sudah sediakan berkasanya lengkap dan otentik, bahwa dari sisi penyelenggaraan maupun peserta yang mereka klaim KLB itu sama sekali tidak memenuhi AD/ART konstitusi demokrat," katanya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: