Serba Salah, Minat Investasi Tinggi Tapi Banyak yang Ragu-ragu Berinvestasi
Pergerakan dunia ekonomi yang cepat, situasi pandemi, ditambah evolusi digital yang mengubah cara transaksi perbankan saat ini, menimbulkan keraguan dalam mengambil keputusan berinvestasi.
Di sisi lain, mereka memiliki aspirasi untuk terus mengembangkan kekayaan agar dapat menikmati hidup yang lebih seimbang. Sebagai hasilnya, minat investasi yang tinggi untuk mengembangkan kekayaan terhalang keraguan dalam membuat keputusan investasi yang tepat.
Demikian kesimpulan dari riset Bank DBS Indonesia kepada kalangan nasabah priority banking untuk mengetahui lebih dalam aspirasi dan perilaku mereka seputar perencanaan serta pengembangan finansial.
Dari hasil riset tersebut, Bank DBS Indonesia menemukan dua tipe psikografis nasabah prioritas. Nasabah tipe pertama bergerak agresif dalam memenuhi aspirasi sehingga berani mengeksplorasi peluang investasi yang berisiko tinggi.
Baca Juga: Mau Investasi Cuan ke Bitcoin, Coba Baca Dulu Ini!
Sementara nasabah tipe kedua cenderung pasif dalam menumbuhkan kekayaannya karena sudah merasa cukup dengan kondisi finansialnya, sehingga lebih memilih instrumen investasi yang berisiko lebih rendah.
Keduanya memiliki kesamaan, yaitu tidak ingin bergerak secara gegabah tanpa pemikiran atau pemahaman yang matang.
Kesibukan mereka sehari-hari pun menimbulkan keraguan dalam berinvestasi karena merasa kekurangan pengetahuan dalam menganalisa peluang investasi yang tepat.
“Pasar bergerak dengan sangat cepat, namun saya belum memiliki pengetahuan yang cukup up-to-date akan iklim investasi masa kini untuk mengambil keputusan. Jadi, saya rasa memiliki bank yang secara aktif terus memberikan pengetahuan dan informasi mengenai tren investasi dan waktu yang tepat untuk melakukannya akan sangat membantu saya,” ujar seorang nasabah prioritas berusia 50 tahun yang berdomisili di Surabaya seperti dikutip di Jakarta, Jumat (12/3/2021).
“Sangat menarik jika bank bisa memberi tahu saya kapan waktunya membeli dan menjual (valas) – sehingga meningkatkan pengetahuan dan kesadaran saya terhadap kondisi pasar,” tambah seorang nasabah prioritas berusia 35 tahun di Bandung.
Hasil riset ini pun sejalan dengan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) ketiga yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2019 menunjukkan literasi keuangan di Indonesia mencapai 38,03%, namun indeks inklusi keuangan Indonesia sudah mencapai lebih dari 76%.
Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Tirta Segara, pada kuliah umumnya di Universitas Andalas, Padang, Maret 2020, menyampaikan bahwa terdapat gap yang tinggi antara literasi dan inklusi keuangan, ketimpangan tersebut menandakan masyarakat hanya membeli produk keuangan namun tidak memahami aspek penting lainnya.
Tingkat literasi keuangan faktanya sangat memengaruhi keinginan dan kesiapan seseorang dalam berinvestasi. Sebuah lembaga riset pemasaran Inside ID pada tahun 2018 menemukan bahwa emas masih menjadi pilihan sebagian besar masyarakat karena belum terlalu paham instrumen investasi lainnya. Kepemilikan produk investasi disusul oleh deposito (37%), properti (30%), reksa dana (22%), dan saham (17%).
Di sisi lain, riset tahunan Bank DBS Indonesia di tahun 2020 menemukan beberapa parameter utama yang dibutuhkan oleh nasabah prioritas guna membantu dalam membuat keputusan investasi yang tepat. Termasuk kebutuhan mendapatkan wawasan yang lebih baik, memberikan solusi digital inovatif serta layanan yang proaktif dan personal.
“Sebagai bagian dari komitmen kami untuk menjadi mitra manajemen kekayaan terpercaya, priority banking DBS Treasures Indonesia bertransformasi untuk memberikan strategi finansial yang mencermati kebutuhan nasabah (Intuitive Wealth Management to Empower Confident Decision) sehingga mereka dapat mengambil keputusan investasi yang akurat di saat tepat,” ujar Consumer Banking Director, PT Bank DBS Indonesia, Rudy Tandjung.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait: