Emil menargetkan lahirnya 100 ribu petani baru hingga 2023 mendatang. Tidak hanya itu, petani baru inipun berusia muda yakni antara 19-35 tahun.
Sejumlah bantuan akan diberikan Pemprov Jabar dalam program tersebut. Mulai dari peminjaman lahan, permudah akses bank, sampai mencarikan offtaker atau pembeli.
"Semua ekosistem yang akan membuat petani milenial berhasil, hadir hari ini. Mulai dari pembelinya, penyedia lahan, yang memberi modal hingga komitmen perguruan tinggi yang mengembangkan teknologi pertanian," ucap Kang Emil.
Menurutnya, program inovatif Jabar ini bertujuan untuk mengurangi pengangguran, khususnya pascapandemi COVID-19. Selain itu, program tersebut dapat memperkuat ketahanan pangan di Jabar. Apalagi, pangan menjadi sektor yang tangguh meski dihantam pandemi.
Program Petani Milenial juga bertujuan untuk menekan urbanisasi. Saat ini, mayoritas generasi milenial memilih berkarier di perkotaan.
"Jadi tujuan paling dekatnya adalah pengurangan pengangguran pasca-COVID-19. Dipilihnya pertanian karena hasil penelitian, selama COVID-19 yang tidak terpengaruh, salah satunya adalah pangan atau pertanian," tuturnya.
Program Petani Milenial pun diharapkan dapat menarik minat generasi milenial untuk membawa perubahan pada sektor pertanian masa depan. Sebab, sektor pertanian saat ini belum menjadi magnet pekerjaan bagi generasi milenial di Jabar.
Adapun, Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (DTPH) Provinsi Jawa Barat Dadan Hidayat mengatakan pihaknya menyiapkan lahan hingga 40 hektare untuk mendukung program Petani Milenial pada tahap pertama. Nantinya, lahan yang terletak di Cikadu, Kabupaten Cianjur itu akan digunakan pertanian hortikultura salah satunya ubi jalar.
Kepala DTPH Jawa Barat mengatakan, dari target 5.000 petani milenial pada tahap pertama ini, pihaknya menerima 951 pendaftar yang tertarik bertani hortikultura. Hingga saat ini proses seleksi masih berlangsung.
"Nanti 10 April hasilnya akan dipublish," ujarnya.
Saat ini, lahan tersebut merupakan milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang sudah siap digunakan. Tidak hanya itu, untuk pertanian ubi jalar pihaknya sudah menyiapkan hingga ke proses pendistribusian di tingkat hilir.
Menurutnya, ubi yang ditanam sudah memiliki pasar yakni domestik 30%, eskpor 30, dan olahan 40%. Menurut dia, pihaknya sudah memiliki mitra yang mampu memproduksi 16 jenis olahan berbahan ubi jalar.
Disinggung berapa potensi yang akan dihasilkan, ia menuturkan untuk 12 meter lahan pertanian ubi jalar di Lembang yang di bawah binaannya ini mampu menghasilkan Rp16 juta per panen. "Kami menyiapkan komoditas pertanian yang memiliki peluang pasar yang mampu menyejahterakan petani. Memberikan rejeki kota," katanya.
Dia menambahkan, produktivitas yang baik ini dikarenakan penggunaan teknologi. "Ada yang menggunakan budidaya dengan polybag. Ada juga yang menggunakan green house," katanya.
Sementara itu, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Barat Herawanto mendukung langkah Emil yang merevitalisasi pertanian. Selain kebutuhan pokok, menurutnya pangan sangat berpengaruh terhadap tingkat inflasi. Ia menyebutkan bahwa sektor pertanian merupakan salah satu kekuatan ekonomi Jawa Barat.
"Di Jawa Barat pertanian adalah sektor ketiga penyumbang ekonomi. Di pandemi ini, pertanian terbukti tahan banting," katanya.
Beberapa model bisnis digital farming yang dikembangkan pondok pesantren mitra Bank Indonesia, sebagai contoh sebagaimana dilakukan oleh Pondok Pesantren Al Mizan dan Pondok Pesantren Al Kautsar dapat disinergikan dengan program Petani Milenial.
Lebih lanjut Herawanto mengatakan program Petani Milenial ini juga menjadi bagian dari upaya memperluas dan mendorong peningkatan aktivitas sektor pertanian, sebagai salah satu sektor utama di Jawa Barat. Sektor pertanian diharapkan dapat memperkuat daya beli masyarakat melalui pendapatan yang diperoleh para petani milenial.
"Kesuksesan program Petani Milenial yang didukung oleh penerapan teknologi secara end to end, juga selaras dengan percepatan digitalisasi ekonomi, khususnya di sektor pertanian," ujarnya.
"Keberhasilan program Petani Milenial ini tentunya memerlukan dukungan berbagai pihak, tidak hanya pemerintah provinsi, tetapi juga seluruh pemerintah kabupaten/kota; otoritas penting seperti Bank Indonesia, OJK, perbankan, perguruan tinggi, asosiasi, kelembagaan ekonomi desa, serta pelaku model bisnis pertanian yang sudah berhasil," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: