Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Disorot Karena Penyelewengan Solar yang Tinggi, BPH Migas Buka Suara..

Disorot Karena Penyelewengan Solar yang Tinggi, BPH Migas Buka Suara.. Kredit Foto: Pertamina
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Pusat Kebijakan Publik (Puskepi), Sofyano S Zakaria, ikut mengamini desakan untuk meningkatkan kinerja pada Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) agar mampu mencegah upaya penyelewengan penyaluran BBM bersubsidi.

Hal tersebut dikatakan dalam diskusi virtual yang diselenggarakan oleh Energy Watch, berkolaborasi dengan Asosiasi Pengamat Energi Indonesia (APEI), Ruang Energi dan Situs Energi yang bertajuk ‘Menelisik Bisnis BBM Solar di Indonesia’, Kamis (8/4/2021). Baca Juga: Lacak Penyaluran BBM, BPH Migas Gandeng Telkom

Menurut dia, pengawasan terhadap penyaluran solar bersubsidi juga harus dilakukan pada seluruh aspek lantaran BPH Migas sebagai fungsi pengawas hilir harus mampu mempunyai terobosan yang baik.

“Atau misalnya sulit, kenapa BPH Migas tidak mengusulkan saja Stop BBM subsidi untuk Pelni, KAI, ASDP, lebih baik begitu. Ini bisa mengurangi potensi penyelewengan. Atau kalau perlu cabut saja subsidi solar. Karena kalau dibilang penyelamatan 1.800 KL, itu sedikit banget,” ujarnya. Baca Juga: CERI: Presiden Mestinya Tolak Calon Komite BPH Migas

Terkait itu, dalam kesempatan yang sama, Direktur BPH Migas, Patuan Alfon S menyatakan pihaknya telah memiliki mekanisme sanksi terhadap badan usaha yang nakal tersebut.

“Kita sudah memiliki mekanisme seperti ini, jadi setelah kita lihat ada pelanggaran dilakukan, kita menyurati Dirjen Migas dan memang betul kita meminta untuk ditindaklanjuti dan dicabut Izin Niaga Umum (INU)-nya, itu sudah ada pengalaman seperti itu,” katanya.

Tambahnya, ia mengaku pihaknya sudah peernah melakukan proses verifikasi dan mencabut INU dari badan usaha yang melakukan penyelewengan.

“Tim melakukan verifikasi dan ada beberapa yang dicabut. Jadi kami melaporkan kepada Pak Menteri (ESDM) sebagai pembina, untuk mencabut izin kepada INU yang melanggar aturan,” tegas dia.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI), Ferdinand Hutahaean mengapresiasi hasil tangkapan Solar Ilegal yang dilakukan oleh BPH Migas di sepanjang 2020 lalu.

Namun, ia meminta hal tersebut haruslah ditingkatkan lagi di masa mendatang. Sebab, ilmu dari maling itu selalu selangkah lebih maju dari ilmu penegak hukum.

"Selalu begitu. Jadi ini yang harus kita pecahkan bersama,” cetusnya. 

“Yang paling penting disini adalah sidak ke lapangan. Karena sidak ke lapangan itulah yang paling banyak menemukan temuan-temuan di lapangan yang berpotensi memang menyelewengkan, mencuri atau menyalahgunakan. Jadi kalau teknologi ini masih bisa diakali, saya berharap BPH Migas punya tim yang turun ke bawah untuk mengawasi bongkar muat minyak dan di jalur-jalurnya,” tambah dia.

Adapun, VP Industrial & Marine Fuel Business PT Pertamina (Persero) Waljiyanto, menyatakan jika BBM tidak tersalurkan kepada sektor industri, maka perekonomian tidak akan berjalan.

Selain itu, pihaknya juga memprediksi bahwa konsumsi solar dalam lima tahun kedepan akan naik namun jumlahnya tidak akan terlalu jauh dibandingkan lima tahun yang lalu.

“Sebenarnya pandemic covid19 juga mempengaruhi penjualan kami. Akan tetapi kami meyakini konsumsi solar akan membaik dalam beberapa tahun kedepan,” katanya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan jika market share solar untuk industri pada 2016 mencapai 12,2 juta Kilo Liter (KL). Pada 2017 mencapai 11,8 juta KL, 2018 capai 12,6 juta KL, 2019 mencapai 12 juta KL dan di 2020 turun menjadi 11,8 juta KL.

“Jadi ada tren penurunan konsumsi solar dikarenakan adanya pandemic sehingga sektor industri berhenti,” katanya.

Lalu bagaimana dengan konsumsi solar pasca pandemic. Menurut Waljiyanto, konsumsi solar akan bergerak naik. Namun kenaikannya tidak akan terlalu signifikan. Pertamina memprediksi konsumsi solar pada 2021 capai 12,7 juta KL, 2022 mencapai 11,5 juta KL, 2023 capai 11,8 juta KL, 2024 capai 12 juta KL dan di 2025 capai 12,4 juta KL.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: