Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tangan-tangan Wanita Desa Peduli Gambut Kalsel Sukses Kembangkan Fesyen Berkelanjutan

Tangan-tangan Wanita Desa Peduli Gambut Kalsel Sukses Kembangkan Fesyen Berkelanjutan Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Hari lebaran yang akan tiba tiga minggu lagi umumnya sudah membawa euforia di masyarakat untuk mengenakan baju baru. Busana yang dikenakan, baik untuk diri sendiri atau keluarga, muncul dengan beraneka ragam. Sayangnya, dengan ragam busana yang begitu banyak, muncul pula isu pengolahan busana yang ternyata memengaruhi lingkungan.

Fesyen berkelanjutan atau sustainable fashion adalah gerakan yang mulai tumbuh belakangan ini untuk menjadikan gaya berbusana semakin ramah lingkungan. Dikutip dari laman zerowaste.id, fesyen berkelanjutan adalah praktik fesyen yang mengedepankan nilai-nilai perlindungan lingkungan dan kemanusiaan.

Baca Juga: Kelola Bisnis Fesyen dengan Omzet Rp2 M per Bulan, Begini Jurus Jitu Wanita Ini

Fesyen berkelanjutan menganjurkan kita sebanyak mungkin menggunakan unsur alam dalam busana dan perangkat pendukungnya. Tidak berlebihan, karena tekstil yang menjadi bahan dasar busana kita banyak pula yang mengandung material kimiawi yang berpotensi mencemari lingkungan, terutama akibat pembuangan air pencuciannya. 

Jika di kota orang mulai gandrung dengan bahan tekstil dan busana ramah lingkungan, nun jauh di pelosok Kalimantan Selatan, kaum perempuan memproduksi tekstil ramah lingkungan dalam bentuk kain tradisional yang dikenal dengan nama sasirangan. Kain sasirangan aneka rupa ini menggunakan pewarnaan alam yang diambil dari tumbuh-tumbuhan yang ada di lahan gambut. 

Kelompok Eco Teratai di Hulu Sungai Utara (HSU) dan Kelompok Aneka Karya Sasirangan di Kabupaten Balangan adalah dua dari beberapa kelompok pengrajin sasirangan yang sudah mampu memproduksi kain-kain berpewarnaan alam dengan baik. Produk mereka sudah dikenal luas dan juga dipasarkan secara daring (online).

Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) membina kelompok-kelompok ini, mulai dari peningkatan keterampilan, pemasaran, pembentukan koperasi, hingga tata kelola organisasi yang baik. Kedua kelompok mempunyai aturan yang mewajibkan setiap anggotanya menanam tumbuhan-tumbuhan yang dapat dijadikan bahan pokok pewarna alam. Termasuk di antaranya tanaman yang sudah mulai langka seperti kayu ulin.

Pemasaran produk umumnya menjadi kendala utama bagi pengembangan UMKM. Kelihatannya hal itu tidak terlalu masalah bagi kelompok pengrajin sasirangan ini. Selain dengan pemasaran daring dan mengikuti berbagai pameran di tingkat nasional dan daerah, dukungan pemerintah daerah juga menjadi kunci keberhasilan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: