Aji menyebutkan, dalam perspektif Bapak Proklamator sekaligus Presiden Pertama, Ir Soekarno, tantangan dianalogikan sebagai gemblengan atau tempaan. Dikatakan, Bangsa Indonesia dalam perspektif Bung Karno adalah bangsa gemblengan, bangsa gemblengan adalah bangsa bermental banteng yang harus siap hancur lebur bangkit kembali dalam menghadapi tantangan yang ada.
“Tantangan nasionalisme Indonesia dalam bidang kebudayaan tidak berdiri sendiri, melainkan selalu terkait dengan perjuangan mewujudkan tujuan bernegara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945,” ujar dia.
Masih kata Bambang akar budaya yang menjadi identitas bangsa yang telah tumbuh ribuan tahun perlu dirawat dan ditumbuhkembangkan di tengah gempuran budaya luar.
“Prinsip Tri Sakti Bung Karno (kepribadian dalam kebudayaan) perlu dikedepankan dalam kehidupan bernegara,” ujar Bambang Barata Aji.
Menurut dia, hal tersebut penting, sebab ukuran budaya adalah juga etika selain estetika. Lebih jauh, dia menjelaskan pandangan kebudayaan Indonesia mengandung unsur keterbukaan. Nasionalisme budaya Indonesia bukan nasionalisme sempit, tetapi nasionalisme yang berpikir terbuka dan berpandangan dunia namun kuat dalam kepribadian nasionalnya.
“Bung Karno pernah menyampaikan Kami nasionalis, kami cinta kepada bangsa kami dan kepada semua bangsa,” ungkap Aji.
Dalam konteks ini menjadi penting memikirkan kembali nasionalisme kebudayaan nasional, juga bagaimana bentuk baru perjuangan kebudayaan nasional. Momen ini juga dapat memetakan tantangan kebudayaan Indonesia.
Baik berupa tantangan: ideologis (efek dasar yang menghancurkan), strategis (efek menengah dan panjang yang mengganggu kepentingan nasional) dan tantangan taktis (kontemporer) yang sifatnya masih bisa dimanfaatkan namun tetap kritis seperti ekses perkembangan teknologi informasi, era disrupsi, budaya pop, dan sebagainya
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat