Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Haris Azhar: Pertanyaan TWK Pegawai KPK Adalah Problem Bangsa yang Tak Bisa Diselesaikan Pemerintah

Haris Azhar: Pertanyaan TWK Pegawai KPK Adalah Problem Bangsa yang Tak Bisa Diselesaikan Pemerintah Kredit Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso

Kapitra menekankan dalam Undang-undang, ada pengaturan pegawai KPK jadi ASN. Menurut dia, 75 pegawai yang tak lolos itu merupakan konsekuensi logis dari proses TWK.

Bagi dia, polemik 75 pegawai yang tak lolos TWK itu bukan karena prestasi. Namun, ia menyinggung Novel Cs yang ngotot meski tak lolos. "Kalau memang 75 ini berprestasi, ya keluar saja. Biar saja, orang-orang yang mampu mengurus KPK, biar diurus mereka," ujar Kapitra. 

Menurut dia, meskipun tanpa ada 75 orang itu, KPK tetap ada dan tidak rontok. Maka itu, sebaiknya tak perlu ngotot bertahan di KPK. "Memang kalau 75 orang ini tidak ada, KPK rontok? KPK (masih) ada sampai saat ini," tutur Kapitra.

Mantan Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK Giri Suprapdiono diberikan kesempatan pembawa acara untuk menanggapi pernyataan Kapitra. Giri bilang, KPK adalah harapan Indonesia bukan sebagai lembaga yang mewakili perorangan.

Maka itu, ia menekankan 75 pegawai yang tak lolos hanya bagian sekrup dari KPK yang berusaha menghidupkan harapan publik

Belum selesai Giri menjelaskan, Kapitra menyelaknya. Kata dia, tanpa 75 orang itu, pegawai KPK masih ada 1.287 orang dan akan tetap jalan. "Yang 1.287 itu kan bagian dari KPK. Yang satu kesatuan menangani problematik yang ada," ujar Kapitra.

Mendengar pernyataan Kapitra, Haris Azhar langsung memotongnya. Bagi Haris ucapan Kapitra bias.

"Pak Kapitra, saya mohon maaf. Menurut saya pandangan Anda itu bias kelas," ujar Haris.

"Lah, nggak sama. Pandangan saya secara verbal," jawab Kapitra.

"Bias kelas artinya begini. Pandangan Anda itu tadi anggap teman-teman saya karyawan. Saya ada sense of belonging," jelas Haris.

Kapitra pun menjawab bahwa polemik ini bukan masalah sense of belonging. Namun, ia menekankan hal ini menyangkut soal kapabilitas. 

"Kalau yang menguji, menilai itu tidak berhak mengatakan ini tidak mampu. Ini penilaian subjektif atau objektif tergantung yang menilai," tutur Kapitra.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Alfi Dinilhaq

Bagikan Artikel: