Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tertarik Terbitkan CBDC? BI Bisa Belajar dari e-CNY

Tertarik Terbitkan CBDC? BI Bisa Belajar dari e-CNY Kredit Foto: Reuters
Warta Ekonomi, Jakarta -

Bank Indonesia sedang mempertimbangkan untuk menerbitkan uang kertas dan koin versi digital (bukan e-money). Meskipun China bukan yang pertama (kehormatan itu jatuh ke Bahama), e-CNY bisa menjadi model yang patut dicontoh karena leading dalam pembayaran digital dibandingkan Amerika dan belahan dunia lainnya.

Lebih dari setengah juta orang telah menerima e-CNY dalam uji coba sejak tahun lalu. Bank sentral China sedang mempelajari cara menyebarkannya ke luar negeri. Niall Ferguson, seorang sejarawan, melihat Amerika sedang mengambil risiko membiarkan China "mencetak uang masa depan".

Baca Juga: Georgia Pertimbangkan Peluncuran CBDC

Secara hukum, ini sama dengan uang tunai. Semua uang dalam aplikasi e-CNY, yang ditawarkan bank komersial, didukung PBoC. Mata uang digital China lahir sebagai kebijakan atas besarnya transaksi e-money oleh swasta, berdampak signifikan terhadap inklusi keuangan dan menciptakan cashless society secara radikal selama sepuluh tahun terakhir.

Kalau ini dibiarkan, bagaimana pemerintah bisa memiliki kendali penuh terhadap sistem moneter, fiskal, dan perpajakan? Dan, ini juga akan menantang kekuasaan dollar.

Dengan beberapa sentuhan di layar handphone, Lu Qingqing, seorang pekerja kantor berusia 24 tahun, melompat ke masa depan moneter. Dia adalah satu dari 50.000 orang di Shenzhen yang dipilih akhir tahun lalu untuk uji coba mata uang digital China. Dia mengunduh aplikasi, menerima 200 yuan (US$ 30) dari pemerintah dan pergi berbelanja buku. Tampilan aplikasi menunjukkan uang kertas tradisional. "Rasanya seperti uang sungguhan," katanya.

Sebagian besar pembayaran digital saat ini dalam bentuk kartu yang diterbitkan bank, ditambatkan ke akun pengguna di Alipay atau WeChat. Ini harus melewati NetsUnion, platform kliring sentral. Demikian pula, transaksi valuta asing terjadi di Sistem Perdagangan Valuta Asing China. Dalam kedua kasus tersebut, regulator dapat melihat bagaimana orang-orang menghabiskan waktu secara real time.

Untuk pembayaran digital yang tidak menyentuh bank, pemerintah dapat meminta catatan ke penyedia jasa seperti di Indonesia ada Gopay Ovo LinkAja & Dana (GOLD) dan, sebaiknya perlu segera disiapkan sistem pelaporan yang seimbang secara real time.

Sama seperti bank sentral yang berdiri di belakang yuan kertas, begitu pula dengan jaminan. Jika, katakanlah, bank komersial yang membuat penyimpanan digital Ms Lu bangkrut, e-CNY—yang dikaitkan dengan nomor identitas pribadinya—akan ditransfer ke dompet baru.

Hasilnya adalah bahwa tanpa e-CNY, regulator tidak memiliki kendali penuh, selain hanya uang tunai kuno. Dan selama jutaan generasi kolonial dan lansia tidak suka membayar barang dengan ponsel pintar, pemerintah tidak akan menghapus uang tunai.

Kebijakan moneter di Cina menuntut bank sentral untuk mampu memprogramkan kembali uang yang akan digunakan, baik cetak, elektronik, maupun digital. Ini membutuhkan kemampuan teknologi yang mendukung seperti RegTech dan SupTech.

Pembayaran e-CNY lintas batas berbiaya lebih rendah, efisiensi lebih tinggi, dan lebih melindungi privasi, juga meningkatkan kenyamanan perdagangan di FTZ.

E-CNY selanjutnya akan mengurangi peran uang tunai dalam pembayaran dan transaksi, tetapi diperkirakan tidak akan sepenuhnya menggantikannya karena masih akan ada permintaan uang tunai, terutama dari warga senior, menurut pejabat PboC.

Meskipun demikian, ini pasti akan mengganggu ekosistem pembayaran negara, dan ada banyak diskusi mengenai apakah e-CNY akan menggantikan sistem pembayaran digital yang ada.

Bank sentral China telah menekankan bahwa e-CNY akan berdampingan dengan metode pembayaran lain termasuk Alipay dan WeChat Pay. Menurut penelitian, dampak e-CNY pada Alipay dan WeChat Pay saat ini terbatas, tetapi dapat tumbuh dalam jangka panjang dengan adopsi yang lebih luas.

Akan tetapi, Fitch mencatat bahwa rezim peraturan baru seputar e-CNY dapat mengubah struktur pendapatan penyedia layanan pembayaran yang ada selama jangka menengah, meskipun penyedia ini mungkin berwenang untuk menyediakan layanan pembayaran e-CNY. Persaingan di antara platform fintech yang ada dapat meningkat jika pihak berwenang memungkinkan lebih banyak entitas untuk mengakses data transaksi pembayaran, menurut data penelitian.

China terus menjalankan uji beta untuk e-CNY, mata uang digital bank sentral negara itu (CBDC), dengan fokus pada pembayaran lintas batas. Mata uang digital akan hidup berdampingan dengan metode pembayaran seluler lainnya, dan sudah tergabung dalam beberapa akun Alipay melalui program percontohan. Pembayaran e-CNY pertama dalam skenario pembayaran e-commerce lintas batas dilakukan minggu ini di Zona Perdagangan Bebas Hainan (FTZ) Hong Kong dan Hainan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: