Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan, di tahun 2019 literasi asuransi di Indonesia berada di angka 19,4%. Angka ini tergolong rendah dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura.
Direktur Utama PT BRI Insurance (BRINS), Fankar Umran, mengungkap, berdasarkan data literasi keuangan dari OJK, ada kecenderungan bahwa daerah-daerah yang sulit dijangkau memiliki angka literasi yang lebih rendah dibandingkan kota-kota besar, yang ia sebut sebagai The Unreached & The Less Literated.
Baca Juga: Keuangan Kuat, BRI Insurance Naik Peringkat idAA Stabil Versi Pefindo
"Saya pikir literasi harus dilakukan secara masif dengan cara-cara yang inovatif karena tantangannya begitu besar, mulai dari aksesibilitas, tingkat edukasi, demografis, sampai dengan faktor geografis," ujarnya pada sebuah acara diskusi virtual, di Jakarta, Rabu (30/6/2021).
Dirinya pun lebih lanjut mengungkapkan mengapa literasi asuransi secara digital lebih efektif saat ini, di antaranya memiliki daya jangkau yang lebih luas tanpa perlu bertatap muka, aksesibilitas yang lebih efisien, serta millennial friendly dan approachable untuk para pengguna sosial media. Hal ini juga ditopang fakta bahwa 85% transaksi digital didukung oleh generasi milenial dan Z, merupakan 59% populasi Indonesia yang aktif menggunakan sosial media.
Namun demikian, ia mengungkapkan bahwa pendekatan literasi asuransi secara digital ini bukanlah tanpa hambatan. Sejumlah rintangan seperti gap usia dan keterbatasan akses teknologi di daerah pedalaman menjadi faktor penentu keberhasilan penggalangan literasi asuransi secara digital.
"Kami melihat adanya 4 hal penting yang menjadi strategi kami dalam meningkatkan literasi dan inklusi asuransi. Yang pertama adalah pemberdayaan komunitas dan asosiasi sebagai agen literasi. Kedua, pengembangan produk yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Ketiga, menciptakan tren yang saat ini menjadi social currency bagi generasi milenial. Keempat, utilisasi saluran distribusi," jelas Fankar.
Dengan melakukan pemberdayaan melalui kerja sama dengan komunitas, koperasi, asosiasi, atau industri lain sebagai agen literasi, hal ini dapat menjangkau masyarakat lebih luas melalui kolaborasi dengan berbagai pihak. Mempunyai produk yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat juga menjadi kunci pelaku industri untuk dapat survive dan hal ini menjadi penting untuk inklusivitas.
Menciptakan sebuah tren atau trendsetting yang menjadi social currency seharusnya menjadi fokus untuk berkomunikasi dengan generasi milenial untuk melakukan literasi finansial, lanjutnya. Seperti Aplikasi BRINS Mobile yang berbasis Artificial Intelligence (AI), pengembangan penggunaan Gamification berbasis Augmented Reality (AR) yang tengah disiapkan BRINS, dan penggunaan media sosial menjadi tools yang menarik bagi generasi millennials.
Selanjutnya, utilisasi menjadi jawaban bagi permasalahan masyarakat Indonesia yang belum digital savvy dan berada di rural area, di mana kerja sama dengan agen bank lakupandai berperan penting untuk melakukan penetrasi ke masyarakat sekitarnya dengan dibekali pelatihan edukasi yang dilakukan BRINS dan dibekali melalui aplikasi BRINSAgent untuk makin memudahkan.
"Literasi secara digital dengan intermediary dapat menjadi solusi atas tantangan geografis, cost effectiveness, dan tentu saja dapat menjangkau wide-range, terlebih di tengah masa pandemi seperti ini," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: