Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Hary Suwanda Luncurkan Buku Mengungkap Rahasia Bull Market Terhebat Sepanjang Sejarah

Hary Suwanda Luncurkan Buku Mengungkap Rahasia Bull Market Terhebat Sepanjang Sejarah Kredit Foto: WE
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pandemi global Covid-19 telah memakan banyak korban berjatuhan belum lagi dampak destrukifnya pada ekonomi dunia. Tapi krisis juga bermakna terbukanya peluang karena krisis kali ini  mengakibatkan Bank Sentral di seluruh dunia melakukan penciptaan likuiditas terbesar sepanjang sejarah. Berlimpahnya likuiditas kali ini juga memicu terjadinya Secular Bull Market, yang disebut sangat memberikan peluang terbaik di pasar modal, terutama pada saat menjelang berakhirnya pandemi.

“Pandemi covid-19 menyebabkan risiko luar biasa, namun gara-gara Covid-19 juga, tercipta salah satu peluang yang tidak akan bisa kita temui lagi hingga bertahun-tahun mendatang. Jadi menjelang berakhirnya pandemi ini merupakan peluang terbaik yang belum pernah terjadi untuk dengan terjadinya Secular Bull Market di Bursa Saham Amerika termasuk Bursa Efek Indonesia, berdasarkan studi intermarket analysis yang saya lakukan,” ujar Hary Suwanda, penulis buku “Mengungkap Rahasia Bull Market Terhebat Sepanjang Sejarah” saat peluncuran dan diskusi buku ini secara virtual, Jumat (13/8) malam.

Peluncuran dan diskusi buku terbitan Elex Media Komputindo ini menghadirkan tiga pembahas yaitu Arwani Pranajaya, Haircut Committee member KPEI dan komisaris Independen PT Surya Fajar Investama; Zipora Trie Wardhani Obaja, Presiden of BNI Grow Jakarta dan founder www.temansharing.com; dan Hendra Martono Liem, CEO & Founder ARA Hunter Trading System, pencipta Aplikasi Quantitative Trading T1ARA &T1MO. 

Hary Suwanda merupakan seorang pelatih Investasi Saham dan Derivatif yang juga CEO &  Founder Lumen Capital Resources dan Akela Trading System. Buku lainnya karya Hary Suwanda antara lain, Rahasia Bebas Finansial dengan Berinvestasi di Pasar Modal dan Tetap Untung Ketika Saham Turun. 

Menurutnya  Bull Market selalu tercipta menjelang berakhirnya krisis hebat di Amerika Serikat (AS), dan akan terjadi saat ini menjelang akan berakhirnya pandemi. Bull market merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan situasi dan kondisi perkembangan di pasar saham, di mana nilai atau harga saham mengalami tren naik atau menguat.

Ia membandingkan besaran stimulus moneter The Fed di tahun 2020 dengan Quantitative Easing 2008–2013. Di tahun 2008–2103, QE yang dilakukan The Fed tidak serempak dilakukan bersama-sama dengan Bank Sentral lainnya di seluruh dunia. Tidak pernah tersedia likuiditas dalam jumlah berlimpah seperti sekarang ini. Memang benar ada banyak bisnis yang menderita akibat Covid-19, namun sebagaimana pepatah yang mengatakan “There is always a bull market somewhere”, pada krisis kali ini juga menunjukkan bahwa tidak semua bisnis menderita akibat Co vid-19. Zoom Video Communications (Nasdaq: ZM) misalnya, justru bertumbuh pesat akibat Covid-19. 

Mulai dari rapat bisnis, sekolah, kursus, beralih dari café, ruangan kelas, ke Zoom Meeting (ZM), online dari rumah masing-masing. Sejak awal tahun 2020, saham Zoom dibuka pada level USD68,80 per lembar saham. Pada tanggal 19 Oktober 2020, ZM mencapai titik tertinggi di level USD588,84 per lembar saham. Gain sebesar 755,87% dalam jangka waktu kurang dari 11 bulan!

Buku ini, menurut Hary, bukan membahas tentang Bursa Saham Amerika, namun ada beberapa fakta penting sehubungan dengan Bursa Saham Amerika yang menjadi dasar analisis guna menjelaskan fenomena yang terjadi di Bursa Efek Indonesia. “Tahukah Anda, ada berapa bursa saham di Amerika Serikat? Jangan perhitungkan bursa derivatif, melainkan khusus hanya bursa saham saja. Banyak orang yang menjawab Dow Jones, S&P500 dan Nasdaq. Itu semua adalah indeks saham seperti IHSG, LQ45, ataupun Kompas 100, bukan bursa saham.” 

Dikatakan, pada saat buku ini ditulis ada 13  bursa saham di Amerika Serikat, lima dimiliki oleh Intercotinental Exchange (Pemilik NYSE), empat dimiliki oleh CBOE Global Markets, tiga dimiliki oleh Nasdaq, dan satu dimiliki oleh IEX Group. Dua dari 13 bursa saham tersebut adalah bursa saham terbesar dunia, yakni NYSE (New York Stock Exchange) dan Nasdaq. Keduanya terletak di Kota New York. Nilai total kapitalisasi pasar NYSE adalah USD25 triliun, atau Rp350 kuadriliun, jika menggunakan kurs USD1.- = Rp14.000, Angka ini tentunya hanya NYSE saja, tidak termasuk Nasdaq. Nilai total kapitalisasi pasar Nasdaq adalah USD17,2 triliun atau Rp240,8 kuadriliun. 

“Harap diperhatikan perhitungan ini belum termasuk bursa-bursa lainnya dan tidak melibatkan bursa derivatif. Berdasarkan data yang saya himpun dari situs resmi Bursa Efek Indonesia, nilai kapitalisasi pasar IHSG per tanggal 26 November 2020 adalah sebesar Rp6.694 triliun. Sekarang coba perhitungkan, jika 1% saja market cap dari kedua Bursa Saham Amerika tersebut mengalir ke IHSG kira-kira Anda bisa bayangkan apa yang terjadi? Fakta di atas membuat saya tertarik mempelajari negara tempat kedua bursa saham di atas, yakni Amerika Serikat secara lebih mendalam khususnya bidang ekonomi dan keuangan karena berpengaruh juga kepada ekonomi kita,” pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Sufri Yuliardi
Editor: Sufri Yuliardi

Bagikan Artikel: