Saat Taliban Kembali Berkuasa tapi Sama Sekali Bukan Kejutan, Pakar Mulai Buka-bukaan
Juru bicara kantor politik Taliban, Mohammad Naeem mengatakan kepada Al Jazeera bahwa perang telah berakhir di Afghanistan dan jenis pemerintahan serta bentuk rezim akan segera menjadi jelas.
Ia memastikan tidak satu pun kantor diplomatik yang menjadi sasaran, dan memastikan pihaknya menjamin keamanan setiap warga serta misi diplomatik asing.
"Kami siap berdialog dengan semua tokoh Afghanistan dan akan menjamin mereka," ujarnya seraya mengatakan bahwa Taliban juga menginginkan perdamaian.
"Kami tidak akan mengizinkan siapa pun menggunakan tanah air kami untuk menyerang siapa pun. Kami tidak ingin merugikan orang lain," tambahnya.
"Kami tidak ingin pasukan asing akan mengulangi kembali kegagalan mereka di Afghanistan," ujar Naeem.
Lebih dari 60 negara telah mengeluarkan pernyataan bersama, mendesak semua pihak di Afghanistan untuk menghormati dan memfasilitasi kepergian warga asing dan warga setempat yang ingin ke negara lain.
Pernyataan bersama ini meminta jalan raya, bandara dan perbatasan negara harus tetap dibuka dan ketenangan tetap dijaga.
'Taliban Baik' dan 'Taliban Jahat'
Bagi Presiden AS Joe Biden, permasalahan Afghanistan sekarang harus diselesaikan oleh orang Afghanistan sendiri.
Menurutu analisa Stan Grant, ini merupakan strategi keluar yang didasarkan atas tujuan untuk memisahkan "Taliban yang baik" dari "Taliban yang buruk".
"Saya pertama kali mendengar ungkapan ini beberapa tahun lalu ketika mewawancarai Menteri Luar Negeri Pakistan, Shah Mahmood Qureshi, di Islamabad," jelas Stan.
Menlu Pakistan menyebut "Taliban yang baik" berada di Afghanistan dan berkomitmen untuk berbagi kekuasaan
Sedangkan "Taliban jahat" adalah para preman pembunuh yang kemudian mengamuk di seluruh Pakistan, membunuh warga sipil dan mengancam akan menggulingkan pemerintah Pakistan.
Amerika Serikat sendiri percaya "Taliban yang baik" dapat diyakinkan untuk melakukan perjanjian pembagian kekuasaan dengan Pemerintah Afghanistan.
Namun, pembicaraan tersebut terhenti. Taliban tidak menerima legitimasi Presiden Afghanistan Ashraf Ghani.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: