Kredit Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Mantan Menteri Kemaritiman Rizal Ramli menceritakan latar belakang historis kenapa ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen seperti sekarang ini berlaku.
"Saya ingat sejarahnya kok, waktu itu batasannya hanya 5 persen, kemudian PDIP pada waktu itu memblok agar SBY tidak maju, nah diubah ke 20 persen, ternyata PDIP sendiri dapatnya hanya 17 persen, akhirnya tidak bisa juga maju sendiri, harus ngajak partainya Prabowo," kata Rizal Ramli dikutip dari RMOL.
Ia menambahkan angka threshold yang tinggi sejarahnya dimulai dari hasrat PDI Perjuangan pada tahun 2009 yang tidak menginginkan Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono, menjabat untuk periode kedua.
"Jadi sebetulnya ide memperbesar threshold bukan untuk menyederhanakan partai-partai, enggak ada itu. Idenya hanya ngeblok saja, supaya orang nggak bisa maju," imbuhnya.
Ia menilai dalam UUD 1945 tak ada kewajiban ambang batas tersebut, karena setiap warga negara Indonesia berhak maju di Pilpres.
"Di UUD tidak ada kewajiban threshold, siapapun boleh maju asal didukung oleh partai yang lolos verifikasi," ujar Rizal.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: